Catatan Untuk Presiden berikutnya….

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 7 Januari 2014:

Kompas pagi ini menurunkan rangkaian tulisan konstruktif tentang tantangan Ekonomi Presiden yang akan datang. Saya termasuk yang diminta pendapat kemarin, Dua berita memuat pendapat ringkas saya, terimakasih ke Mas Benny dan Mas Hamzirwan yang bisa mengerucutkan inti pesan dalam diskusi kemarin :) .. 

Karena sayang kalau didelete dari BBM dari diskusi panjang lebar kami kemarin, maka saya posting lengkap pendapat saya kemarin di blog ini :) sebagai sebuah catatan Warga negara biasa saja….

—–
Siapapun Presiden terpilih akan menghadapi permasalahan penting dan genting. Dalam, arti tidak ringan, karena saat memerintah akan menerima permasalahan yang menjadi warisan dari pemerintahan sebelumnya (persoalan internal) yang terjebak dalam pusaran eksternalitas (global) yang menjadi faktor pengaruh kuat dalam perekonomian

Dari sisi investasi fiskal dari pemerintahan terdahulu relatif tidak ada yg berarti, shg barang beredar yang menjadi konsumsi masyakat, barang modal dan bahan baku Industri dibiarkan importir. Dgn struktur spt ini, fluktuasi nilai tukar menjadi rentan terhadap defisit neraca berjalan dan structural pertumbuhan ekonomi yg bertumpu ke konsumsi

Dengan kondisi spt itu, momentum saat dana-dana (hot money) yg bersumber dari QE The Fed, dan bank Sentral lain (ECB, BOJ, PBC) masuk deras dan tertinggi ke SUN dan hutang swasta melalui instrumen Ekuitas (saham) sektor korporasi di periode Maret 2009 – Maret 2011 tidak efektif dialirkan oleh pemerintah saat ini menjadi investasi fiskal (transaksi masa lalu utk hari ini) hal ini terbukti dgn tetap tingginya impor barang konsumsi (pangan dan energi) serta tdk adanya infrastruktur terbangun…

Jadi, penting dan genting, karena kegentingannya di saat persoalan internal di masa lalu tak mampu mengalirkan dana di pasar keuangan ke penguatan fundamental ekonomi, sementara instrumen pasar keuangan itu rentan terhadap kebijakan eksternal dari bank sentral negara maju yg memang sedari awal sdh bertujuan ‘money printing’ ambil untung di negara lain.. 

jadi, permainan isu utk menggerakan keuntungan dari instrumen yg dipegang (volatilitas) akan jadi ciri bank sentral negara maju di 2014 (khususnya The Fed) jadi dana masih akan diputar (blm ditarik) tapi lebih volatilitas, maka biaya bunga efektif pasti naik (tekanan sektor riil, modal kerja) dan nilai tukar trennya melemah (tekanan harga barang konsumsi impor, inflatoir)

Serta persoalan negosiasi hutang swasta (roll over) ke pihak investment bankers asing juga akan menekan biaya bunga efektif dan melemahkan kepercayaan rupiah, yg berdampak masyarakat akan cenderung menyimpan USD

Itu persoalan tekanan volatilitas di 2014, dan di 2015 putusan FOMC The Fed juga sudah jelas akan naikan suku bunga… jadi, di 2015 akan menghadapi tekanan arus dana keluar krn suku bunga global kembali naik… kenaikan Fed rate dari pola yg sudah-sudah akan diikuti kenaikan harga minyak dan komoditas… disaat yg sama juga ada Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015… 

jadi, tantangan utama menghadapi volatilitas dan ancaman arus dana keluar krn kenaikan bunga global di 2015 bersamaan dgn MEA…

Jadi, PR nya Presiden hrs punya social capital (trust) dari rakyatnya… karena saat tekanan eksternal jalan terbaik adalah konsolidasi internal… bagaimana masyarakat percaya ke rupiah tdk larikan ke rekening USD di luar yg bunganya naik… lalu, efektif manfaatkan dana lokal dgn intermediasi yg fokus dr bank bumn (krn sahamnya milik pemerintah)

Presiden dalam transisi demokrasi hrs efektif dgn parlemen (multi partai) itu hanya akan dicapai jika dia punya social capital dlm bentuk trust dr rakyatnya di semua lapisan… shg, parpol hrs berpikir ‘country first’ ajukan calon yg masih tinggi social capital nya

Kalau social capital tinggi, penataan birokrasi hrs dilakukan di meneg BUMN, menkeu, men ESDM, men Pertanian, meperin dan Mendag yg mengerti dan berbuat… utk mengerti dan berbuat Presiden harus punya garis besar masalah penting-genting dan terapinya, shg efektifitas kabinet tercapai krn Presiden tau yg akan dikerjakan.

Penataan birokrasi hrs dilakukan di meneg BUMN, Menkeu, Mezn ESDM, Men Pertanian, Meperin dan Mendag yg mengerti dan berbuat… utk mengerti dan berbuat Presiden harus punya garis besar masalah penting-genting dan terapinya, shg efektifitas kabinet tercapai krn Presiden tau yg hrs dilakukan dan Menteri terkait terukur kinerjanya dr apa yg hendak dituju

Mendag – Menperin hrs mendorong sektor riil domestik yg kuat menggaantikan peran eternal yg merongrong.. Menteri pertanian hrs tau soal teknologi pertanian dan budidaya shg percepatan pelepasan ketergantungan impor pangaan teratasi… gitu juga Men ESDM hrs mampu dgn teknologi dan segala upaya terkait energi alternatif agar melepaskan diri dari sandera harga minyak yg ujungnya polemik subsidi BBM

Lalu, Presiden sbg kepala negara kl social capital tinggi bisa efektif memimpin harmonisai dgn Kepala Daerah dan Gub BI… dgn Kepala Daerah agar dana alokasi APBN ke daerah maupun PAD di APBD efektif membangun infrastruktur transportasi publik yg terintegrasi agar soal barang publik digeser segeraa dari BBM ke Tranportasi Publik

Kebutuhan Financing dr road map itu dijalankan pemerintah sbg pemegang saham di BUMN2, insentif dan disentif pajak terkait fiskal dan moneter (menkeu dan Gub bi) serta insentif kebijakan sektoral keuangan dan perbankan (OJK)

Soal orgnya di Kabinet, jangan dahulukan siapanya dan darimananya, hrs dahulukan konsepnya… begitu pres punya konsep dia akan tau siapa org yg tepat, tapi kl akomodatif politik lagi terulang maka kita salah pilih lagi krn yg terpilih ngak punya konsep jadi ngak tau mau ngapain ketakutan asal pilih asal aman secara politik.

soal sektor riil kita yang deindustrialisasi, itu karena insentif dan disinsentif fiskal tidak didesain ke arah industrialis, tapi trader… 

pemerintah tdk memberikan insentif pajak misalnya bagi sektor riil yg melakukan budidaya pertanian-peternakan (pangan), tapi pemerintah membiarkan diri segala solusi impor… jadi pengusaha yg muncul kelas broker (makelar) ambil barang impor, rebutan kuota, korupsi deh…

Coba kalau pemerintah memberi insentif pajak bagi investor dan pemodal yg membangun ketahanan pangan dan energi.. misal Bank ke sektor itu yg kasih kredit investasi ke sektor tsb dgn bunga dikompensasi potongan pajak (insentif), maka dana (bank) maupun pengusaha akan kesana semua… jadi kayak semut krn gulanya jelas

Disitulah peran pemerintah, hrs memainkan instrumen fiskalnya agar sektor riil kuat spt semut jalan sama2 angkat beban rame2 kan kuat

Misal, soal ekspor Minerba mentah ya jangan terlalu banyak kompromi tegas aja utk nilai tambah, kl tegas bisnis akan menyesuaikan… kl pemerintah yg ikut swasta yg untung asing krn lokalnya kayak sekarang ini kelasnya makelaran

Jadi roadmap fiskal hrs jelas ke membentuk industrialis, seraya kita berdo’a semoga Pilpres dan Pileg 2014 rakyat diberi petunjuk untuk mendapatkan pemimpin yang kuat!

Catatan panjang lebar itu diramu dengan ringkas oleh Mas Ben dan Mas Ham di Kompas 7 Januari 2014 menjadi:

–berita dengan judul “Tak Masalah Orang Partai atau Non Partai”

Pengamat pasar modal dan keuangan, Yanuar Rizky, menyatakan, siapa pun presiden terpilih RI akan menghadapi permasalahan penting dan genting. Ini tidak terlepas dari pemerintah baru menerima ”warisan” permasalahan dari pemerintahan sebelumnya (persoalan internal) yang terjebak dalam pusaran eksternalitas (global) yang menjadi faktor pengaruh kuat dalam perekonomian.

Dari sisi investasi fiskal dari pemerintahan terdahulu relatif tidak ada yang berarti sehingga barang beredar yang menjadi konsumsi masyarakat, barang modal, dan bahan baku industri dibiarkan impor.

”Dengan struktur seperti ini, fluktuasi nilai tukar menjadi rentan terhadap defisit neraca berjalan dan struktur pertumbuhan ekonomi yang bertumpu ke konsumsi,” kata Yanuar.

— berita dengan judul ”

Tidak Bisa Ditawar, Dorong Produksi Lokal”

Pengamat pasar modal dan keuangan Yanuar Rizky juga menekankan perlunya mendorong produksi pertanian lokal. Pemerintah belum mendesain insentif dan disinsentif fiskal untuk mendorong industrialisasi dan pertanian. ”Pemerintah memilih solusi jangka pendek dengan membuka keran impor untuk produk pangan ketimbang memberi insentif pajak bagi investor budidaya pertanian dan peternakan,” ujarnya.

Yanuar menegaskan, langkah itu akan mendorong perbankan menyalurkan kredit modal kerja kepada investor tersebut. Pemerintah memainkan instrumen fiskal dengan bijak karena berhasil mendorong sektor riil bergerak beriringan seperti semut yang mengangkat beban lebih besar daripada tubuhnya beramai-ramai.

”Kebijakan ini sukses memunculkan begitu banyak pengusaha sekelas makelar untuk mengimpor barang jadi, rebutan kuota, dan sebagainya. Coba pemerintah memberikan insentif pajak kepada investor dan pemodal yang membangun ketahanan pangan dan energi, tentu pengusaha berbondong-bondong mengembangkan sektor riil,” kata Yanuar.

Penekanan pengamat ekonomi berkaitan dengan ketahanan pangan ini karena situasi pertanian pangan nasional 2014 tidak akan berbeda jauh dari 2013 sekalipun cuaca atau iklim bersahabat. Apa yang akan tampak pada 2013 merupakan gambaran nyata 2014.

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.