Dealer system untuk good market governance

-Yanuar Rizky-
Harian Bisnis Indonesia, 15 Februari 2002:
Continous auction market dengan broker system yang sekarang dianut oleh pasar modal Indonesia sudah menimbulkan suatu kondisi yang tidak koheren. Sistem di bursa yang dilihat oleh pelaku pasar sebagai transaksi broker to broker tidak sepenuhnya dilakukan dari mata rantai customer to broker saja, tapi telah terdistorsi ke customer to dealer.

Untuk melihat apa yang dikatakan dengan goreng saham dari dimensi potensi pasar. Kenapa demikian? Kalaupun otoritas pasar modal akan menegakkan aturan transaksi broker system, maka yang terjadi mungkin bursa akan tambah sepi.

Alasannya adalah dengan mayoritas ditopang oleh pemodal lokal, maka boleh dikatakan semua pemain adalah market follower, sedangkan market leader dengan order dari fund manager akan sangat sulit bermain dengan teknik dealer system di bursa secara langsung dengan legal dan transparan. Terutama perorangan atau kelompok pengelola investasi dengan tujuan profit taking nonmanajer investasi yang memiliki ijin seperti halnya pengelola reksa dana.

Saat ini aturan pasar modal mengarahkan masyarakat yang mempercayakan dananya dengan pihak ketiga harus membeli penyertaan reksa dana. Padahal kenyataannya (mungkin) saat ini, salah satu penopang bisnis broker adalah penitipan dana masyarakat atas dasar kepercayaan.

Aset masyarakat itulah yang tampaknya digulirkan dengan mengoreng saham spekulatif untuk mendapatkan keuntungan optimal.

Secara sederhana, dapat digambarkan masyarakat yang memilih hubungan dengan dealer dilakukan dengan membeli reksa dana, selanjutnya pengelola reksa dana akan melakukan penempatan ke bursa dengan terlebih dahulu melalui broker dengan status yang sama dengan nasabah lainnya.

Secara sederhana, sistem dealer saat ini dapat berlangsung secara tidak langsung di pasar, namun tidak jarang dilakukan secara langsung.

Jika kita belajar kepada bursa lain (kalau boleh) yang menerapkan continous auction market, dengan broker system dan juga dealer system, maka akan ditemukan dua kutub yang berbeda.

Pertama, model dealer market specialist yang dirintis oleh NYSE.

Kedua, model dealer market maker yang dirintis oleh NASD. Untuk menghasilkan bursa yang sehat, tampaknya kedua model ini tidak semata-mata menjual GCG saja, tapi juga menciptakan koordinat penyeimbang sistem perdagangan yang searah untuk menciptakan kondisi good market governance (GMG), atau dengan kata lain bursa yang sehat, efisien dan likuid adalah bursa yang memiliki keseimbangan kebijakan GCG dengan GMG.

GMG dapat berlangsung di kedua bursa tersebut dengan jalan bahwa nasabah harus memilih transaksinya dengan anggota bursa yang berstatus boker atau dengan yang berstatus dealer sesuia dengan tuntutan kepuasan yang dinginkannya.

Publik akan dapat melihat secara real-time mana order yang berasal dari dealer dan mana yang dari pialang, sehingga investor telah diberikan informasi yang cukup untuk merespon penempatan order dari masing-masing tujuan.

Model dealer market specialist lebih mengarahkan kordinat GCG untuk didukung dengan penyeimbang variabel investor fundamental secara riil melawan faktor teknikal di bursa. NYSE tampaknya sadar betul bahwa kebijakan aturan pencatatan yang dimilikinya mampu menghasilkan saham-saham dengan kriteria GCG yang ketat.

Namun demikian, tampaknya NYSE pun sadar mekanisme pasar akan menghasilkan posisi under ataupun over value harga pasar dibandingkan dengan kondisi fundamentalnya. Oleh karena itu, market specialist yang biasanya dibentuk atas dana emiten dan sekuritas berfungsi “menjaga” performa pasar saham tertentu (tidak bisa berdagang untuk saham yang tidak dispesialisasi).

Spesialis adalah instrumen penjamin emisi di pasar sekunder, investor akan mendapat sinyal bahwa saham yang ada spesialisnya memiliki kepastian dapat diperjualbelikan secara simultan.

Spesialis berkomitmen untuk membeli dan menjual saham sebagai bagian dari pengendalian saham. Bahkan spesialis akan menjamin membeli saham investor pada saat kondisi tidak menguntungkan, misalnya delisting.

Sistem NYSE tentunya tidak mudah diadaptasi, karena paling tidak kondisi yang harus dicapai adalah bahwa emiten dan pemodal fundamental harus percaya terlebih dahulu.

Oleh karena itu, untuk bursa yang tidak terkondisi seperti itu diperlukan mekanisme pemanis pasar model dealer market maker untuk dapat mengairahkan pasar secara terarah, meskipun secara GCG memungkinkan terdapat saham saham spekulatif.

Saham-saham teknologi di NASD sangat berfluktuatif, tapi ada satu tolok ukur di NASD menunjukan di antara bursa-bursa dunia meskipun koreksi indeks terjadi bursa tersebut dapat mempertahankan volume saham yang diperdagangan konsisten. Artinya, meskipun indeks negatif, investor tetap menyentuh pasar.

Hal tersebut terjadi, karena terdapat dealer market maker yang melakukan teknik perdagangan untuk meramaikan pasar, namun bedanya dengan teknik perdagangan yang dilakukan saat ini di Indonesia adalah anggota bursa yang berstatus sebagai market maker harus berkomitmen terhadap pasar dan secara “jantan” menunjukan identitasnya kepada pasar.

Dengan sistem tersebut, anggota bursa yang berstatus market maker harus berpikir seribu kali untuk memasang rentetan order sebagaimana ilustrasi di muka.

– Setiap order yang masuk harus dalam volume minimal tertentu dan tidak boleh ditarik kembali (asumsi dealer adalah pemain profesional)

– Tiap saat akan ada spread capital commitment antara harga – volume beli terbaik dengan harga – volume jual terbaik, di mana di akhir perdagangan market maker harus menutup spread tersebut menjadi transaksi.

Artinya, memancing atau bahasa kerennya teknik perdagangan sah-sah saja untuk dilakukan sepanjang secara profesiunal dan transparan, bukan hanya aka-akalan dengan menyebar order dan atau pasang-cabut tanpa komitmen.

Model market maker menyeimbangakan GCG saham dengan menciptakan GMG melalui pembedaan warna order. Dengan sistem on-line trading yang dikembangkan oleh NASD, maka pemodal retail yang berhubungan dengan pialang secara on-line akan melihat order dengan warna hijau sebagai ordernya dan warna kuning dari sistem dealer.

Artinya meskipun sistem GCG yang dibentuk menghasilkan saham-saham spekulatif, tapi sistem GMG memberikan sinyal bahwa merespon dealer melalui penempatan langsung (real-time) dari broker adalah order high risk high return.

Dengan kata lain, pengawasan telah melekat dan artinya perlindungan investor adalah transparansi resiko bukan hanya sekedar “memanjakan” yang tidak berujung pangkal.

Model market maker tampaknya banyak ditiru oleh bursa yang masih berkembang, salah satunya adalah Euro-next yang menyebutnya dengan Liquidity Provider (setelah sebelumnya sistem market specialist tidak cukup berhasil).

Tentunya, melihat karakteristik emiten, broker dan investor yang ada di Indonesia saat ini konsep yang sama sudah saatnya untuk diwacanakan untuk menjaga pasar tetap tumbuh tanpa melupakan filosofi tentang bursa yang sehat.

Atau dengan kata lain saatnya kita merubah kebijakan continous auction market dengan broker system menjadi continous auction market dengan broker dan dealer system.

Gagasannya adalah program GCG saja tidak cukup untuk pasar modal, tapi yang dibutuhkan adalah program GCG dam GMG menuju bursa berbasis teknologi.

Yanuar Rizky, Pemerhati pasar modal

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.