Disupirin Bule

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, Belfrod France, 28 December 2013:

Namanya Marco, Warga Negara Italia dari Turino. Dia sangat fanatik (seperti kebanyakan orang Italia) sepakbola, dengan klub kebangsaan asal Turino (Juventus). Marco, menjadi supir kami selama overland di Eropa.

Dimulai dari Roma italia, kami berhenti di Florence (Italia), Venice (Italia), Milan (Italia), Lucerne (Swiss), Titlis (Alpen, Swiss), Basel (Swiss), Djon (Perancis) Paris (Perancis), Brusel (Belgia) sampai Amsterdam (Belanda). Setelah itu dari Amsterdam, kami akan mencoba kereta di Eropa ke Berlin (Jerman). Dari Berlin, ke Munich dan Frankfurt kami akan berkereta.

Dalam perjalanan yang diatur oleh Cordova Abila Travel yang juga melakukan verifikasi soal makanan Halal sebagai keluarga Muslim. Konsepnya, tour land, dimana Cordova mengurus segalanya, termasuk untuk Tur Leader, yang merupakan mahasiswa Indonesia yang sedang studi di luar negeri. 

Waktu kami ditawari Cordova untuk perjalanan diluar tanah suci (haji-umroh), dijelaskan berbeda dengan di mekah-madinah dimana Cordova menempatkan staf di kantor perwakilannya, diluar tanah suci mereka ingin berbagi dengan para mahasiswa yang tengah studi diluar negeri. Sebuah konsep berbagi, dari Indonesia ke Indonesia yang menurut saya ok juga. 

Disamping ditemani mahasiswa Indonesia yang nyaman dari sisi kultur dan jembatan kultural di negara tujuan, ini juga penting bagi kami memotivasi anak-anak kami untuk berani hidup dimanapun dan punya semangat belajar sampai kemanapun. Ini juga jadi sarana kami untuk mengatakan kepada anak kami, sekolah itu asal mau, karena bea siswa bisa dicari. Kalaupun, bea siswa kurang, ya kerja-kerja sampingan bisa dilakukan, seperti jadi Tur leader ini.

Dari Roma sampai Amsterdam, kami ditemani Masruri seorang mahasiswa S-3 (Candidate PhD) di bidang Elektronika di Universitas Parma. Dan, nanti di Amsterdam sampai ke Frankfurt akan ditemani Andri (yang menurut Masruri mahasiswa S-3 di Belanda dengan bidang studi Geografi)

Masruri asal pemalang ini fasih berbahasa Italia, sudah 8 th di Parma. Pertama kali ke Parma mendapatkan bea siswa S2, dan master di Italia ternyata lama sampai 4,5-5 tahun karena sistem kredit yang berbeda. 

Masruri pernah bekerja di IT-Outsourcing Bank di Italia selama 1th sebagai caranya untuk membawa keluarganya ke Italia. Saat ini, Masruri tengah menyelesaikan desertasi PhD nya, dengan membawa istri dan ke dua anaknya ke Parma. Cerita seperti ini, meski bagi anak kami mungkin belum terlalu dipikirkan, tapi saya selalu katakan sama mereka ‘itulah hidup, saat dewasa kalian harus optimis karena segalanya akan diatur Allah sepanjang kita yakin (ikhtiar) dan berdo’a (do your best, and Allah will do the rest)’

Bahkan dengan anak terbesar kami Dafa, yang tahun ini akan masuk SMA, saya selalu katakan kalau bisa dia sekolah diluar. Dan, saya bersama istri tak pernah menjadikan ‘akademik’ sebagai parameter, tapi saya selalu katakan dengan sekolah kita akan berpikir sistematis dalam membuka wawasan serta networking meski nanti bekerja sangat mungkin tidak ada korelasi langsung antara ilmu dengan keahlian yang jadi keutamaan di dunia kerja.

Wawasan, Keahlian dan Networking adalah basis dunia kerja, dimana ilmu (teoritis) membantu sistematika wawasan, sedangkan keahlian dan networkin akan saling berkaitan dan lebih besar sekolahnya di dunia pergaulan. Vitamin N2 (Nekat dan Networking) itu yang selalu saya pakai sejak menjadi enterpreuner. 

Saya rasa jika seorang tidak punya sikap ‘risk taker’ (nekat), susah juga baginya untuk meluaskan networking. Sementara, keahlian ilmunya banyak terjadi di Universitas kehidupan dalam berinteraksi (networking). 

Di titik itu, saya katakan kepada anak saya, bahwa dalam kesempatan yang ada mereka akan memperbesar kemampuan (keahlian). Sehingga, jika mereka sekolah di tempat baik di luar negeri yang dimasuki orang-orang dari banyak negara (kultural), maka itu akan memperbesar kesempatannya untuk mendapatkan kuliah kehidupan yang lebih besar (networking).

Dalam kesempatan dan kemampuan, ditenggah-tengahnya ada rasionalitas. Jadi, jika punya keduanya nekat bukanlah spekulatif, tapi sebuah aksi yang rasional dalam menata ketidakpastian di masa depan. Karena “Kemampuan tanpa kesempatan hanya akan jadi jati diri, tapi kesempatan tanpa kemampuan hanya akan jadi malapetaka”.

Negara maju (bule) selalu memperoleh keberuntungan ‘pencitraan’. Dengan, strutur inputnya dalam proses output yang multicultural didukung infrastruktur menjadikan mereka jadi ‘bandar’ di sektor keuangan dan ‘Warga negara kelas 1’ dalam sektor riil global.

Sebagai pengusaha di bidang Strategic Advisory di Financial Sector, saya di negeri sendiri sudah sangat sering merasa ‘terasing di negeri sendiri. Banyak pekerjaan dimenangkan firma advisory asing, bahkan sebagai ekspatriat Bule pun ada dimana-mana. Meski, banyak teman saya atau partner bisnis, menurut saya sih tak istimewa selain mereka ‘bule’.

Saya pernah ke New York (wall street) untuk bicara dalam sebuah konferensi, ketemu supir, office boy, tukang bersih2, dstnya kalau tidak Bangladesh ya kulit hitam. Sehingga, begitu tiba di bandara Roma, saya melihat mini van yang disewakan Cordova untuk kami disupirin Marco. Saya bilang sama Masruri dan keluarga saya, ini luar biasa kapan lagi kita disupirin bule.

Di italia, tukang bersih-bersih pun banyak bule. Ya, ada juga bangladesh. Tapi, inilah konfirmasi memang Italia tengah krisis, karena bule juga ada yang kerja ‘hard skill’. Dalam perjalanan, Masruri juga cerita sulitnya cari kerja di Italia sejak krisis.

Jangan ditanya Swiss, ini seperti Singapore di ASEAN, mereka menguasai Financial hub di dunia, karena BIS (Bank of International Settlement) dengan ‘SWIFT’ untuk kliring perbankan global adanya di swiss. Standar perbankan global pun dikenal ‘Basell Accord’ karena pertemuan global soal ini selalu diadakan di kota Basell Swiss. Juga, cerita soal kerahasiaan Perbankan, bahkan Swiss dikenal tempat koruptor menyimpan uangnya :)  

Jadi, di Swiss kelas bulenya memang keliatan lebih ‘amtenaar’ alias orang-orang yang sejahtera. Oh ya, Swiss juga tidak ikut zona Euro, dan sama seperti Singapore sangat rapih dalam pajak, apalagi Swiss menerapkan Wealhfare State.

Gimanapun, sepanjang perjalanan darat disupirin Marco, banyak kota kami lalui. Banyak suasana juga kami lalui bersama Juvenisti ini… Marco yang memilih single di usia yang sama dengan saya (40 th). Kata dia, punya istri dan anak nambah beban aja. 

Dia bilang menghabiskan hidupnya di jalanan menyupir overland turis, sehingga siapa wanita yang mau juga.. Joke yang sering kita dengar di Indonesia dari supir-supir atau pekerja kasar, istimewanya bagi saya sekali ini keluar dari mulut Bule, yang biasanya bicara ‘financial dealing’ ama saya hahahaha :)

Kapan lagi disupirin bule… tapi sudah 7 hari kami bersama Marco… dia menjadi sahabat baru bagi keluarga kami, terutama anak kami terkecil Daiyan dia sangat dekat dengan Marco bercerita sepakbola, dan menurut Daiyan bahwa Marco konyol dan lucu… Humanisme, itulah prinsip dasar tanpa rasis, dalam kesetaraan tanpa membedakan posisi dan ras. Marco, semoga engkau cepat menikah, karena masa kawin ama aspal :)
IMG_00000569
-yanuar Rizky, dalam perjalanan di Van Mercedez Benz dalam Perjalanan dari Lucerne (Swiss) ke Paris (Perancis), driver Marco (Italiano)

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.