OJK Mendegradasi Dirinya Sendiri

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 1 Maret 2014
Peraturan Pemerintah No 11/2015 tentang pungutan iuran OJK sungguh menjadikan Lembaga negara yang diharapkan kuat, tapi pondasinya sangat rapuh. Ini bukan semata salah Presiden! Karena, sebagai salah satu peserta seleksi komisioner OJK saya masih ingat bahwa dalam makalah yang diajukan kandidat waktu itu adalah bagaimana Lembaga tinggi negara ini dapat menjalankan operasional, alias pendanaanya. 

Jadi, kalau sekarang konsepnya iuran ke pelaku sampai ke profesi segala, logikanya kan jelas bahwa itulah yang diusulkan para komisioner terpilih yang saat ini menjabat, yang direstui oleh tim seleksi pada waktu itu. Perlu diingat kembali, proses seleksi OJK menganut uji kompetensi terlebih dahulu oleh tim seleksi profesi, sebelum ke uji ‘politik’ di DPR. Saya berpikir, ini pula rupanya yang jadi konsep dari tim seleksi bahwa OJK tak ubahnya seperti badan perpakiran, ngelola parkir dari uang konsumennya.

Pada waktu itu, saya tidak lolos, entah kenapa. Dan, saya juga tak mau tau juga kenapa saya tak lolos :) Tapi, kalau ditanya konsep, saya masih menyimpan makalah saya yang siap saya perdebatkan. Konsep saya saat itu, menempatkan OJK sebagai ‘Lembaga Tinggi Negara’. Negara artinya melindungi Warga negara, baik itu pelaku di sektor keuangan maupun konsumennya. Posisinya yang tinggi, harus menciptakan kewibawaan, indepedensi dan respek.

Pengaturan, Pengawasan, Pemeriksaan, Penyidikan dan Penegakan Hukum adalah sebuah profesi yang tak mungkin membuat semua orang senang, tapi harus direspek meski oleh orang yang tidak senang itu sendiri. Respek hanya akan terjadi jika indepedensi terjaga. Independen harus ditopang integritas Lembaga, baik itu orangnya, sistemnya dan infrastrukturnya. 

Jelas, hal itu butuh biaya yang tak murah. Tapi, bukan karena agar ‘mahalan’ itu tercapai lalu abaikan soal kewibawaan Lembaga tinggi negara, itu logika dasarnya. Konsep iuran kepada pelaku pasar, dengan konsep fee based kepada pelaku yang mengurus izin efektif apakah akan mampu membuat Lembaga ini independen?

Kalau ditanya pasti jawabannya ‘integritas dan profesional’. Bagi saya konsep SRO (Self Regulatory Organization) sekarang terasa menjadi darah OJK bukan lagi Lembaga tinggi negara yang harganya dibayar oleh sistem negara yang berwibawa. OJK mendegradasi dirinya menjadi seperti Bursa Efek. Bahkan, seperti organisasi profesi, dengan menagih iuran bulanan kepada profesional penunjang yang bekerja di industri keuangan. Sungguh, ini ironi!

Sudahlah, sejarah dicatatkan oleh pemenang. Dan, manajemen OJK yang terpilih mencatatkan sejarah OJK seperti itu. Tapi, bagi saya bukan itu caranya. Maka, saya tetap akan dengan kepala tegak menyatakan ide saya sebagai sebuah catatan, setidaknya buat diri saya sendiri :)

Ide saya adalah kembali ke dua hal pokok yang jadi fungsi OJK di bidang pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum untuk stabilitas makro ekonomi (macro prudential) dan melindungi konsumen (micro prudential). Selama ini, pembiayaan untuk Lembaga keuangan bukan bank dan pasar modal dari APBN, dan Bank dari pengelolaan anggaran negara di sektor moneter oleh Bank Indonesia (BI).

Bagi saya, jika macro prudential terjaga dengan baik, maka BI akan menerima keuntungan dalam pengelolaan moneter, maka kalau selama ini biaya pengawasan dan pengaturan perbankan dibebankan ke BI, lalu kenapa sekarang tidak tetap dibayar BI sebagai jaring pengaman dari pendapatan moneternya. Jadi, saya berpikir iuran terkait macro prudential datangnya dari BI bukan ke pelaku seperti saat ini. 

Sehingga, peran Lembaga negara tetap kuat, indepedensi dengan pelaku juga terjaga, kalau dengan BI kan sesama Lembaga negara, tinggal sistem dan kedudukan hukum antara UU BI dan UU OJK yang diperbuat agar tercipta sinkronisasi Lembaga negara.

Lalu, soal micro prudential terkait perlindungan dana nasabah. Kalau OJK efektif, siapa yang diuntungkan? Yang menjamin dana nasabah, yaitu LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan), maka menurut saya iuran terkait ini ya dikenakan ke LPS. Akan halnya LPS menambah iuran ke pelaku, itu domain LPS, tapi tidak terjadi ‘duplikasi’ iuran (high cost) ada iuran LPS dan OJK. Sekali lagi, OJK adalah Lembaga tinggi negara, janganlah didegradasi menjadi operator.

Di bidang pasar modal dan asuransi, konsep Lembaga penjaminan dana investor (LPS seperti di Perbankan) sudah mulai dirintis, jadi sama dengan LPS Lembaga inilah yang menarik iuran. Sedangkan, profesional penunjang akan lebih baik dikenakan pajak tambahan yang dipungut negara, tapi pajak tersebut langsung dibayarkan oleh kemenkeu menjadi hak OJK. Jadi, indirect, dan directnya semua adalah konsep negara, bukan iuran. Karena, iuran dalam konteks negara adalah pajak.

Itu saja, sekedar catatan untuk diri sendiri. Karena toh, kita bernegara, sebagai Warga negara setidaknya kita berkontribusi untuk menelurkan ide jika kita bukan siapa-siapa alias rakyat Indonesia biasa saja. So, #enjoyAja

-yanuar Rizky

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.