Pak Presiden, Kenapa Kita Tak Mencoba Ide “Mesin Cetak Duit Rupiah Q2EM”?

elrizkyNet, 17 Maret 2015: Hari ini, dan minggu ini, adalah hari yang padat buat saya :) .. tadi pagi, saya sempatkan wawancara live di radio KBR68H, dan juga menerima telpon dari beberapa teman media yang menanyakan soal paket kebijakan Rupiah. Dalam rehat, saya ingin orat-oret apa yang saya ingat dalam wawancara tadi. Intinya, saya ingin sharing sebuah ide untuk Presiden, bahwa disamping kritik juga ada sebuah ide yang saya lontarkan.. sampai atau tidak ke Pak Presiden ya saya tidak tahu, tapi minimal ya saya mencatat sesuatu yang dibahas hari ini yang siapa tau ada manfaatnya untuk pembelajaran bersama.. #enjoyAja

Media tanya ke saya (Yanuar Rizky): “kalau anda menganggap kebijakan peredaman gejolak kurs Rupiah – US Dolar ini normatif, apa alasannya”

Jawaban Saya (Yanuar Rizky): Lihat saja detil kebijakannya tidak ada yang berbeda dengan kebijakan reaktif yang juga dikeluarkan di 2008 oleh pemerintahan SBY. Bagi saya, yang harus dilihat itu adalah “lingkungan pengaruh”, kalau ingin mempengaruhi suasana di Global yang didorong oleh pertarungan persepsi antara Bank Sentral Negara Maju dan Pelaku pasar keuangan global, apa kita mampu? sementara arus teknikalnya sedang tidak bersahabat..

lingkungan pengaruh kita adalah domestik, apakah paket kebijakan ini menyentuh “persepsi pemilik dana domestik”, karena jika pemilik dana domestik pun berpikir lebih baik pegang US Dolar karena toh akan dibiarkan seperti statement pemerintah “tenang-tenag saja” “surplus APBN” serta tekanan penurunan BI rate sehingga menurunkan deposito rupiah, disaat di sebelah US Dolarnya terus merangsek ke atas, apakah itu cara kita mempengaruhi persepsi Domestik?

Media: “jadi anda tidak setuju BI rate turun”

Yanuar Rizky: tidak juga, hanya saja kalau berpikirnya linear kan persepsi itu selisih suku bunga, kalau selisih return rupiah lebih rendah dari return volatilitas dalam US Dolar kan anda salah nurunin bunga…

Tapi kalau memang maunya turunin bunga, agar ada atraktif dengan bunga kredit bank turun.. maka disaat seperti ini tak bisa kebijakan linear hanya bunga, harus ada kebijakan lain.. bauran kebijakan fiskal (pemerintah), moneter (BI), pasar keuangan dan perbankan OJK

Media: “apa usualan anda?”

Yanuar Rizky: sebagai Kepala Negara Presiden bisa memimpin rapat dengan otoritas fiskal (dimana Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah bosnya), otoritas moneter (BI) dan OJK. Kalau saya akan mengeluarkan kebijakan Indonesia Q2EM sebagai mesin cetak duit rupiah..

yaitu, bunga acuan diturunkan.. ruang fiskal yang terbuka dari kondusifnya harga minyak yang turun, yang nyata-nyata tidak untuk penghematan anggaran. Tapi direalokasi, sehingga tetap muncul hutang. Kalau itu maunya, surat utang pemerintah terkait belanja fiskal, saya pilah jangka pendek (untuk mitigasi resiko ketahanan logistik pangan dan energi), jangka menengah (untuk pemulihan stabilisasi produksi pangan dan energi alternatif) dan jangka panjang untuk infrastruktur..

Surat utang yang diterbitkan itu akan diserap oleh Perbankan, dengan insentif bisa diberikan potongan PPh kepada masyarakat yang berpartisipasi membeli Surat Utang itu, sehingga terjadi pemicu terjadinya konversi tabungan US Dolar di dalam negeri maupun luar negeri dari pemilik dana domestik. Uang cash yang pemerintah peroleh dari penjualan itu kan menggunakan rekening pemerintah di BI, dan Bank bisa menjual RePo surat utangnya ke BI sebagai alat liuiditas (ini mengganti cara operasi likuiditas selama ini yang dikenal “intervensi BI di pasar uang spot US Dolar-Rupiah”, karena alat likuiditas Rupiah ke Rupiah.

Jadi, bunga BI rate mau nol persen juga boleh lah… kan itu yang terjadi, ketika Bank Sentral Cina (PBC) melakukannya dan lalu ditiru dan mendunia setelah diambil The Fed menjadi QEM (Quantitative Easing Money) dan ditiru oleh BOJ, ECB

Artinya, kalau mau bunga rendah boleh aja, tapi bauran kebijakannya harus tepat. Dan, kalau negara maju hanya QEM, sebagai “learning curve” kita harus tambahkan Quality.. jadi Q2EM (Quantity and Quality Easing Money), jadi kalau kita mau keseimbangan baru, kita harus bergerak ke titik baru, yaitu melepaskan perangkap off-side uang beredar jangka pendek dengan mencetak kuantitas uang rupiah di posisi uang beredar, dan kualitasnya adalah jangan hanya menguntungkan sektor keuangan, tapi benar-benar untuk masalah penting-genting saat ini melindungi ketahanan pangan dan energi, menengah menuju swasembada pangan dan jangka panjang menuju kedaulatan ekonomi.

toh instrumen likuiditasnya muter-muter disitu-situ aja di pasar uang Rupiah. Sehingga, uang beredar bertambah karena dari mesin duit Rupiah, bukan mesin duit US Dolar di negara lain. Rupiah banyak beredar akan perlahan melepaskan jebakan offside di uang beredar yang didominasi dari in-outflow US Dolar… Tapi, harus diingat sejarah QE di negara maju adalah bauran kebijakan fiskal-moneter yang juga disepakati secara politik dengan parlemen.. ini yang berat barangkali….

-yanuar Rizky, WNI biasa aja

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.