Politik Ekonomi Sembako

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 24 Maret 2014:
Kalau kita mengukur kemenangan kompetisi pemilu Raya adalah yang paling banyak spanduknya, maka partai yang sedang naik daun bersama tokohnya itu akan menang. Di Pemilu sebelumnya, Presiden saat ini juga partainya juga rame sekali spanduknya. 

Kalau spanduk identik dengan biaya kampanye, maka mungkin itu menunjukan pula besarnya dukungan donatur politik itu sendiri. Dari pemahaman saya, ya kenal-kenal dikit lah ama konglomerat-konglomerat, mereka ini tidaklah ‘ideologis’ watak aslinya ya pedagang. Dimana, akan mendukung ke kandidat yang dekat dengan kemenangan.

Di dunia persahaman, dikenal teknik ‘front runing’. Yaitu, mengambil posisi lebih dulu (curi start) agar saatnya ramai anda sudah dalam posisi ‘on the top’ arus ombak yang terjadi. Di tulisan lalu ‘Arus Pasar Keuangan: Rasionalitas Copras Capres’, saya mengemukakan statement Menkeu Chatib Basri soal front runing pemerintah menyerap utangan dalam US Dolar meski dengan biaya mahal (bunga tinggi), istilah Menkeu adalah ‘front loading’ karena yang dilakukan menyerap lebih dulu.

Balik lagi soal Front Runing, ketika Pilpres di Amerika Serikat dalam masa konvensi di tahun 2008. Saya menulis di majalah Gatra, meneropong kemenangan Obama dari donatur yang melakukan ‘front runing’ saat dia peserta konvensi. Disitu saya menulis, Goldman Sach yang dikenal dekat dengan arus utama Partai Demokrat AS memberikan dukungan ke Obama.

Saat itu, saya menulis dorongan ‘trah Kennedy’ sebagai ‘anak mentengnya AS’ kepada Obama terjadi, ketika keturunan Kennedy yang akan ikut Konvensi tidak jadi ikut karena terkena stroke. Jadi, ada ketakutan ‘trah Kennedy’ muncul trah baru di Demokrat AS yaitu ‘trah Clinton’.  

Adalah benar kemudian Obama mengelola dana publik, tapi arus ombaknya tak dapat dipungkiri ada ‘front runing’ dari arus utama donasi politik di partainya pula. Jadi, politik dengan model pemilihan langsung dengan luas daerah yang besar selalu ada ‘bohirnya’, gitu juga Indonesia. 

Soal ini, berkelompok dalam politik kemudian juga jelas ketika Obama sekarang menempatkan Dubes di negara penting seperti Jepang adalah wanita cantik dari trah Kennedy, karena mungkin AS akan memulai era baru labotarium demokrasi, yaitu menjual Capres perempuan setelah kulit hitam pun jadi fenomena sebelumnya. Barangkali itu juga, namanya bukan Warga negara Amerika, jadi sekedar menebak aja :)

Kelamaan nih intro nyerita tulisan perbandingan dengan kiblatnya demokrasi liberal :) Balik lagi ke isu lokal. Kira-kira tahun 2006 saya pernah diundang bicara di Global Research Forum di Cornell University New York. Dalam sebuah kesempatan di pesawat, saya membaca majalah yang memuat wawancara dengan George Soros, seorang pemain pasar keuangan yang terkenal di asia sebagai episentrum krisis moneter asia 1998, yang kemudian memicu Reformasi di Indonesia.

Soros bilang adalah wajar pebisnis melakukan donasi politik. Karena, bisnis dan politik adalah kepentingan. Dia bilang, asalkan ada ideologi di antaranya. Dia juga bilang di AS (juga negara maju) dengan transparansi yang tinggi, maka donasi dilakukan atas dasar ideologi. Dia mencontohkan dirinya yang sangat market, lebih dekat dengan Demokrat, baik itu menang ataupun kalah.

Soros menyitir, jika di negara berkembang, posisinya tanpa ideologis. Dia menggambarkan di satu negara berkembang yang baru menjadi negara demokratis, ketika calonnya kalah donasi langsung beralih ke yang menang. Saya waktu itu, langsung terpikir waduh itu kayak cerita pemilu di kampung gue tahun 2004 :)

Ketika saya nulis teropong donasi Obama di Gatra (2008), setidaknya saya diajak ngopi-ngopi oleh 3 Partai besar. Mereka bertanya, kalau haluan berubah lagi di AS ke Goldman, apakah SBY akan kalah, karena donasi yang dikenal dekat Clinton (Demokrat) juga dikenal dekat dengan PDIP disaat Mega berkuasa.

Saya jawab, apakah benar beliau ‘dibuang SBY’? Ataukah, beliau meski tidak dominan tapi juga dukung SBY. Saat itu, masalahnya, PDIP tidak punya tokoh yang dekat ke kemenangan. Dan, kemudian November 2008 saat krisis finansial bursa New York merembet Indonesia. Di foto pertemuan Presiden SBY dengan Pengusaha, saya liat orang yang dimaksud duduk di jajaran kursi deket Presiden. 

Saya pikir Soros ada benarnya, bukan soal ideologis, tapi watak asli pedagang ya dalam arus kekuasaan. Orang yang dimaksud saat ini ramai dibicarakan ditengah arus besar ‘Jokowi’ dan PDIP, bagi saya simpel aja karena arus ke arah kemenangan ada disitu, bukan karena ideologis.

Saya pun yakin, pengusaha lain di Indonesia mengambil posisi ‘front runing’ yang sama. Tak ada ideologi, selain ikut pesta dalam setiap kemenangan.

Di Bandung, partai dekat dengan kemenangan ini spanduknya dimana-mana, ideologi yang ditonjolkan ‘nasionalisme dan wong cilik’. Spanduk yang rame ‘Sembako moal leungit, harga moal salangit’ (Sembako tak akan hilang, harga tidak akan tinggi).

Sekedar mengingatkan, siapapun Presidennya akan menghadapi persoalan struktural sistem bernegara paska reformasi. Yaitu, diamputasinya tangan Pemerintah Pusat dari 2 hal yang dimilikinya saat Orde sebelumnya, terkait (1) Indepedensi Bank Sentral; (2) Otonomi Daerah.

Ruang moneter dan kebijakan arus uang terpisah dari jalur Komando Presiden sebagai kepela pemerintahan. Begitu juga, stimulus fiskal di APBD. Kedua hal ini berada dalam jalur koordinasi Presiden sebagai kepala negara.

Jadi, problemnya mau buat sembako itu sebagai ‘perekat ideologis’ yang saya yakin dijanjikan oleh Capres manapun, dan partai manapun. Kuncinya adalah merubah inflator yang bergeser ke kurs, yang artinya sepanjang arus barang konsumsi impor maka itu akan tersandera eksternal (global ekonomi) terkait nilai tukar.

Adalah aneh jika inflasi dalam seting UU BI paska reformasi, sementara untuk kredit program saja di seting UU paska Reformasi BI diamputasi juga, fungsinya murni monetaris. Bahkan, tangannya untuk atur kebijakan dan pengawasan Perbankan untuk mendrive arus uang ke kredit investasi barang juga dipotong, dikasih ke OJK. Jadi, secara struktural banyak hal menjadi harmonisasi (koordinasi) bukan lagi ‘komando’. 

Disaat, siapapun Presidennya menghadapi biaya politik mahal untuk koordinasi itu, karena multi partai. Di Amerika, konsep sejenis diterapkan di hanya dua partai saja! 

Logika yang sama di otonomi daerah, stimulus fiskal ke masyarakat langsung pun sama, sebagian dialokasikan dari APBN ke DAU dan DAK di APBD. Siapa eksekutornya, Pemda Dati II, selain DKI yang tidak tersandera Dati II karena pilkada hanya ada di Dati I. Sebagian besar Gubernur, selain Gubernur DKI, menghadapi masalah yang samaa dengan Presiden, yaitu tak punya struktur komando selain pemimpin harmonisasi.

Jadi, siapapun Presiden nya, kita harus sadari pemain ‘donasi’ di belakangnya ya sama saja, termasuk donatur yang dalam bayangan kita di seberang, mereka akan punya jembatan untuk berdamai. Dan, masalahnya sama, di eksekusi sang Presiden sebagai Kepala Negara disaat sebagai Kepala Pemerintahan ruangnya sudah terbatas.

Ini karena di Bandung banyak spanduk ‘sembako’, kalau mau tau faktanya sembako naik sejak Kurs Rupiah kita melemah. Grafik dashboard pemantauan harga pangan di Jawa Barata (priangan.org) yang dikelola Pemda Jabar dan Bank Indonesia, yang aplikasinya dibuat kantor kami BIG (narsis dikit hahaha) menunjukan harga pangan di Jabar minggu lalu dibanding tanggal saat Rupiah mulai melemah di 29 Agustus 2011 

2014-03-24-10-11-02

Petanya merah semua (bukan warna parpol, tapi artinya sembako naik tinggi di hampir seluruh wilayah Jabar. Importir? Iya, tapi kan kalau mau nyapres ngak cukup menyampaikan fakta ini, harus jelas eksekusinya dan itu sebagian besar soal harmonisasi dengan moneter dan otonomi daerah.

Sebagai rakyat, kita harus terbiasa rasional, agar tidak terlalu ekspektasi berlebihan diatas kemampuan manusiawi itu sendiri :) Tapi, kita yakin ada saatnya negeri ini akan menemukan kesejahteraan yang merata bagi rakyatnya. Mungkin, itu dimulai dari pilihlah Kepala daerah level walikota / bupati yang hebat. Karena, merekalah ujung tombak fiskal pada desain paska reformasi ini!

-yanuar Rizky, WNI biasa aja, yang nulis ini di tol Cipularang dan upload abis sarapan kupat tahu di Cicendo sebelum memulai rapat Bulanan di Kantor Pusat Operasional BIG di Bandung :)

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.