Restrukturisasi Korporasi: Belajar dari Kasus Cummins Engine Company

-Yanuar Rizky-
Yogyakarta, 1995: Restrukturisasi Korporasi: Belajar dari Kasus Cummins Engine Company

Tulisan ini adalah sebuah wacana yang ingin dikembangkan oleh penulis dalam menggagas kembali peran akuntan sebagai strategic partner manajemen korporasi dalam melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi merupakan sebuah keharusan bagi dunia usaha Indonesia yang berada dalam posisi sulit, baik secara makro maupun mikro, dimana dalam posisi sulit di tengah persaingan global hanya korporasi yang inovatif dan dinamis sajalah yang akan menjadi pemenang. Inovatif dan dinamis, dua kata yang jika tidak dirancang secara baik dapat berakibat persoalan mendasar yang serba sulit (misalnya paradigma reformasi yang kebablasan secara kultural), maka untuk itu peran akuntan dalam perancangan sistem manajemen korporasi sangatlah diperlukan.

Secara strategik, pendekatan akuntan manajemen akan menggunakan instrumen akuntansi keperilakuan (behaviour accounting) untuk menyusun sebuah mind-set yang integral, untuk itu tulisan ini akan mengajak kita semua untuk belajar dari masalah restrukturisasi yang pernah melanda perusahaan di negara lain dengan harapan sebagai negara yang berkembang kita dapat belajar dari negara yang lebih maju, agar kita tidak mengalami sejarah buruk yang pernah dilalui oleh perusahaan atau negara lain.

Informasi Tentang Cummins Engine Company

Cummins Engine Company didirikan pada tahun 1919 dan kantornya berada di Columbus, Indiana. Pada awalnya perusahaan tersebut hanya sebagai toko mesin, akan tetapi lama-kelamaan perusahaan tersebut berkembang menjadi perusahaan industri utama dengan pekerja sebanyak 20.000, pejualan bersihnya mencapai US$ 802 juta, dan laba setelah pajak sebesar U$24 juta. Pertumbuhan perusahaan dapat dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:

1. Tahap Bertahan Hidup (Survival / 1919 – 1933)
Perusahaan didirikan oleh Clessie Cummins dengan dukungan keuangan dari William G. Irwin seorang banker dan industriawan. Cummins adalah sopir dari Mr. Irwin dan telah memulai membuat mesin-mesin di garasi keluarga. Operasi perusahaan pada awalnya berjalan dengan 20 pekerja dan luasnya hanya 15.000 kaki persegi. Dengan ketekunannya dan dukungan keuangan dari Mr. Irwin, perusahaan dapat menopang kerugiannya selama 17 tahun pertama dan selama itu juga perusahaan belajar bagaimana mencapai sukses dalam bisnis mesin diesel truk.

2. Tahap Lepas Landas (Take-Off / 1934 – 1945)
Pada tahun 1934, keponakan Mr. Irwin, J. Irwin Miller, baru saja lulus dari Yale dan Oxford dan bergabung di perusahaan sebagai General Manager. Miller menerapkan full-leadership dalam menjalankan perusahaannya. Selain itu dia juga mendirikan jaringan-jaringan independen yang kuat untuk pusat distribusi dan pelayanan agar kebutuhan konsumen dapat terpenuhi dengan cepat. Cara ini meyebabkan perusahaan memperoleh keuntungan dalam tahun-tahun berikutnya.
Perusahaan mulai memperoleh keuntungan pada tahun 1936. Pada tahun 1937, Irwin Miller mengusulkan agar para kerja Cummin megatur sedemikian rupa agar kerjasama antara pekerja dan manajemen dapat meningkat. Pada tahun 1938 mereka membentuk serikat pekerja yang sifatnya lokal dan independen. Hal ini ternyata membangun hubungan antara manajemen dan pekerja walaupun kadang–kadang berhenti (non aktif ) selama periode-periode tertentu.
Tahun 1940, Mr. Irwin menyatakan bahwa Cummins tidak berharap untuk tumbuh, tetapi akan menghindari masalah-masalah dari kerja mesin besar dengan produksi yang besar. Pada saat itu perusahaan mempunyai pekerja sebanyak 700 sampai 800 orang dan pada tahun 1945 pekerjanya mencapai 1.700 orang.

3. Tahap Pasca Perang ( Postwar Boom / 1946 – 1969)
Setelah perang dunai kedua, tepatnya tahun 1947, Cummins Engine Company telah go public, yaitu dengan menjual sahamnya kepada masyarakat sebesar 25%. Selain itu ekspansi perusahaan didukung dengan situasi yang medukung yaitu dengan semakin bergesernya jumlah armada truk dari bensin ke mesin diesel. Pda tahun 1956, pabrik assembling mesin didirikan di Skotlandia yang nantinya diharapkan menjadi pabrik yang besar baik yang dimiliki secara keseluruhan maupun yang patungan (joint venture).

Selama pasca perang tersebut, Cummins Engine Company melakukan hal-hal sebagai berikut agar dapat bertahan dalam bersaingan, yaitu: melakukan penghematan biaya, kampanye efisiensi, dan meningkatkan perancangan dan perekayasaan berdasarkan pada umpan balik kinerja mesin dari para penguuna melalui dealer dan jaringan pelayanan.

Disamping itu, karyawan dari perusahaan ini merupakan pihak-pihak yang ikut tumbuh bersama tumbuhnya perusahaan. Dengan karakteristik seperti itu banyak evolusi struktural yang terjadi dalam tiga tahapan utama tersebut, baik itu kepemimpinan, strategi, organisasi, maupun gaya manajemen

Permasalahan Cummins Engine Company

Dalam identifikasi permasalahan yang terjadi pada Cummins Engine Company dalam beberapa dekade ini diperlukan suatu data kualitatif yang mendukung identifikasi tersebut, dimana dalam sistematika kasus ini pada setiap bagian permasalahan akan dikemukakan dengan dicetak tebal.

 Evolusi Pada Kepemimpinan Cummins

Pada tahun-tahun awal berjalannya perusahaan, Clessie Cummin dan Mr. Irwin merupakan orang-orang kunci. Pendidikan Miller pada seni-seni liberal dan latar belakang keluarganya membuat dia jadi orang yang mempunyai minat yang luas. Miller merupakan aktivis pada urusan politik bangsa dan masyarakat. Walaupun Miller bergabung ke perusahaan sebagai keluarga Irwin, tidak mempengaruhi niatnya yang kuat untuk menjalankan perusahaan. Walaupun ia adalah seorang seniman, tetapi ia menguasai sisi teknis dari bisnis. Miller menekankan pada pentingnya penyewaan orang-orang yang kompeten dan keterlibatan masyarakat. Miller dapat melakukan kinerja yang terbaik jika ia menemukan orang yang kuat dalam operasional perusahaan dan orang itu adalah Don Tull. Tull adalah seorang lulusan SMA dan ia belajar bisnis secara otodidak sehingga ia tahu betul secara detail bagaimana kegiatan-kegiatan operasional perusahaan berjalan. Selain itu ia juga pandai menjalin hubungan dengan konsumen.

Jadi Miller adalah orang yang suka memilih-milih, berwawasan, dan perencana masa depan sedangkan Tull adalah praktisi dan mengelola kejadian-kejadian pada saat sekarang. Dengan begitu Miller dan Tull mempunyai pengaruh pada Cummins Engine Company selama 30 tahun (1930 – 1960). Tugas Tull sendiri adalah memeriksa aliran kerja, pengendalian kualitas, memonitor moral pekerja, mengamati tingkat persediaan dan jadwal pengapalan / pengirirman. Karena perusahaan lebih menekankan pada pelayanan konsumen, terutama alat-alat pabrik yang asli, maka top manajemen harus diduduki oleh orang yang dapat memperkirakan spesifikasi barang yang diinginkan konsumen.

Pada pertengahan tahun1960, sebagai perusahaan yang tumbuh dan berkembang, Miller ingin membangun management team dan ia ingin memberikan tanggung jawab top management kepada yang lebih muda, lebih profesional. Henry Schacht ditunjuk sebagai wakil direktur keuangan, sedang Jim Henderson sebagai wakil direktur personalia dan pengembangan manajemen. Keduanya merupakan lulusan Harvard Bussiness School. Ketika Tull menjadi Ketua Dewan Komisaris tahun 1969, Schacht menjadi direktur dan Henderson menjadi wakil direktur untuk bagian opersional.

Scacth adalah orang yang cerdas, percaya diri, dan mampu menangkap sesuatu dengan cepat. Perannya di perusahaan sebagai perencana, pembuat persetujuan dengan pihak luar, dan humas perusahaan.Selain itu ia juga terlibat dalam keaslian alat-alat pabrik dan pelanggan.

Henderson yakin pada pengembangan organisasi dan tertarik pada sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan. Peran Henderson sebagai kepala operasi untuk bisnis mesin adalah memberikan perhatian lebih dengan lebih banyak mengunjungi lantai toko. Henderson dalam melakukan tugasnya lebih berhasil daripada manajer sebelumnya.

Permasalahan:

Karakteristik kepemimpinan pada perusahaan ini diawali dengan model team work pimpinan puncak antara manajemen strategik dengan wawasan pengetahuan (Miller) dan manajemen operasional dengan wawasan otodidak (Tull). Model ini membentuk suatu realisasi berkembangnya keprilakuan manajemen gaya informal yang kuat. Permasalahanya terletak ketika terjadi pengembangan manajemen yang lebih profesional dan muda serta pemaduan model wawasan pengetahuan (Schacht) dan pengetahuan (Henderson). Dimana, evolusi keperilakuan gaya manajemen ini akan berdampak perubahan model manajemen yang mendasar terutama dalam hal operasional yang lebih informal (otodidak) ke arah yang lebih sistematis serta struktural (pengetahuan manajemen)

 Evolusi Pada Strategi Cummins

Pada tahap awal strategi yang digunakan adalah lebih berfokus pada pengembangan teknis dari kerja mesin diesel dan menentukan pasar yang paling menjanjikan untuk usahanya.

Pada tahap kedua, Cummins membangun dealer dan jaringan pelayanan, sehingga lebih memudahkan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya.

Pada tahap ketiga, Cummins masuk ke pasar internasional mesin diesel dan melakukan diversifikasi ke dalam allied industry.

Kunci sukses perusahaan terletrak pada perancangan mesin unggul secara teknis dengan keandalan dan kinerja yang tinggi, jaringan layanan dan distribusi onderdil yang lebih mementingkan ke konsumen.

Pada tahun 70-an, Cummins menemukan bahwa ia terlalu rendah memperkirakan tingkat pertumbuhan pasar mesin diesel Amerika Utara yang ternyata mencapai 15% per tahun. Dengan demikian Cummins harus menghemat diversifikasinya kedalam unrelated business dengan menjual semua mesin agar dapat membiayai pertumbuhan yang berlanjut dari kemampuan maufaktur mesinnya dan menurunkan bahaya kerugian utama pada pangsa pasar. Secara organisional perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan akan mesin tersebut.

Ekspansi pertama kali dilakukan pada tahun 1970 di Columbus dengan tekanan waktu yang berat dan pengkoordinasian tugas yang sulit. Mesin-mesin berat dipindah dan produksi dari mesin tertentu atau rangkaian komponen ditransfer dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Pengembangan sistem pengendalian dan manajemen yang formal untuk mendukung operasi perusahaan cukup diperlukan.

Memasuki tahun 1974, perusahaan menekan terhadap batas-batas kemampuan pabrik. Kesulitan lainnya adalah pemasok tidak dapat mengantarkan pesanan tepat waktu dan dalam jumlah yang diinginkan. Sebagai hasil, pangsa pasar perusahaan dapat turun.

Permasalahan:
Evolusi strategi dalam keperilakuan pangsa pasar, dimana dari suatu alur usaha yang mengutamakan pertumbuhan demand dari pangsa pasar (demand create supply) lebih ke arah model manajemen pemasaran (kepuasan konsumen), artinya tidak hanya menciptakan demand saja tetapi juga kemungkinan memproduksinya untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Dimana, besar indikasi model antisipasi terhadap keperilakuan pangsa pasar tersebut dapat mengurangi permintaan akan barang.

 Kultur Perusahaan

Perusahaan ini dibentuk dari mulai bisnis dalam skala kecil sampai dengan saat ini telah berada dalam skala yang cukup besar. Banyak karyawan dalam perusahaan ini tumbuh bersama dengan tumbuhnya perusahaan. Kondisi seperti ini berakibat banyaknya ikatan keluarga satu sama lain, dalam artian seorang personalia yang telah bekerja ketika perusahaan tumbuh mengajak keluarganya untuk mengisi kebutuhan personalia sesuai perkembangan perusahaan. Sehingga, sebagian besar karyawan menengah dengan skala usia tua sampai menengah yang merupakan skala terbesar dalam personalia merupakan kelompok yang ikut tumbuh bersama perusahaan.

Model perkembangan skala bisnis tersebut membawa konsukuensi kepemimpinan model manajemen secara informal. Dimana, hal tersebut berhasil dilakukan oleh kepemimpinan Tull dan Miller dalam mengembangkan bisnis ini dalam dekade 30-40 tahun. Model manajemen ‘hand in hand’ ini pun secara kultural dilakukan untuk membina hubungan dengan para pemasok dan konsumen. Henderson memimpin perusahaan ini dengan gaya manajemen struktural secara formal ditemukan suatu kultural bahwa model kultural yang ikut tumbuh bersama perusahaan ini tidak pernah dapat mendukung kepentingan manajemen puncak.

Permasalahan:
Karakteristik kultural perusahaan telah dibentuk oleh kondisi personalia yang ikut tumbuh bersama perusahaan serta banyak yang memiliki ikatan kelarga satu sama lainnya disamping faktor wawasan yang dibentuk otodidak. Hal tersebut secara kultur perusahaan telah terbentuk kuatnya struktur informal dibandingkan struktur formal, dimana tentunya struktur formal yang terkendali sesuai kompleksitas usaha sulit dibangun.

 Organisasi

Perusahaan ini yang dibentuk dengan struktur personalia yang ikut tumbuh bersama perkembangan skala perusahaan dengan spesifikasi karyawan yang kaya akan pengalaman di lokasi ataupun di pabrik telah berakibat mudahnya suatu struktur berubah.

Permasalahan:
Kondisi di atas dapat mengantar perusahaan pada pertumbuhan yang baik selain dilakukannya model informal oleh Tull dan Miller, juga karena dalam masanya dilakukan model kepemimpinan pusat pertanggung jawaban penuh. Sehingga, ketika Henderson mencoba model otoritas formal secara struktural, proses dari struktur tersebut tidak tercapai.

 Proses produksi
Perusahaan ini menghasilkan mesin diesel yang merupakan hasil rakitan dari 6 mesin yang berbeda. Dimana, produk rakitan mesin yang dihasilkan sebanyak 600 diesel. Dimana tiap bagian terdiri dari 600 sampai 700 bagian mesin.

Permasalahan:
Adanya suatu indikasi masih dilakukannya model perakitan dengan model secara sederhana serta tidak berkembang mengikuti tumbuhnya kompleksitas pangsa pasar yang akan dihadapi.

 Proses Manajemen

Gaya manajemen lama yang tumbuh bersama dengan perkembangan perusahaan merupakan model coba-coba dari suatu perekayasaan manajemen dengan pengalaman. Pada dekade enampuluhan perusahaan ini mulai menerapkan gaya manajemen profesional yang lebih sistematik. Walaupun demikian model lama telah memacu departemen pemasaran dapat meningkatkan permintaan akan produk. Dimana, model tersebut secara siklus berdampak pada berlangsungnya model manajemen lini dalam pelaporan ke manajemen atas. Artinya, besar kemungkinan proyeksi permintaan dalam satu bulan ke depan dilaporkan kepada manajemen atas serta departemen produksi.

Disisi lain departemen pengendalian keuangan turut pula mencatat kondisi tersebut yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan. Pelaporan tersebut diswampaikan pula kepada pihak manajemen puncak dengan basis regular. Dimana, bentuk pelaporan tersebut tidak dilaporkan kepada seluruh manajer oprasional dalam rangka tidak menghancurkan pusat pertanggungjawaban atas kondisi tersebut. Secara ironis, manajemen puncak sering menemukan perbedaan antara pelaporan-pelaporan secara lini tersebut.

Pada level manajemen bawah, terdapat ketidakpuasan dalam pengolahan data. Dimana, persepsi mereka terhadap bertambah kompleksnya usaha seharusnya data lebih akurat, cepat serta tepat tidak terpenuhi dengan kondisi proses manajemen lini tersebut. Banyak keluaran untuk informasi secara umum, pelaporan, perkiraan dan perencanaan terintegrasi dari suatu masukan data telah basi pada saat diselesaikan.Secara sederhana kekompleksan usaha serta kerumitan dalam hubungan satu sama lain telah berdampak terhadapa tidak terdapatnya waktu penyesuaian bagi manajer untuk melakukan koordinasi.

Permasalahan:
Terdapatnya kegagalan proses struktural sebagai akibat dari sulitnya diterapkan suatu struktur manajemen yang tetap. Sehingga, hal tersebut berdampak tidak terintegrasinya antara unsur-unsur dalam manajemen usaha.

 Situasi Saat kegagalan tahun 1974

• Pertemuan Oktober

OEM dalam industri pembuatan truk melaporkan proyeksi tingkat permintaan menunjukan bahwa tingkat pembuatan mesin perakitan harus dipertahankan setinggi mungkin. Dimana, pembelian truk-truk baru menurun selama masa resesi sampai dengan 20%.

Masalah persediaan adalah pada pemerosesan barang dalam proses. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari tertundanya komponen penting yang tersedia untuk menyelesaikan mesin rakitan tersebut. Dimana, produksi yang menunggu ketersediaan komponen tersebut memiliki tingkat penyelesaiaan yang menganggur sebesar 50%. Kondisi tersebut telah diantisipasi dengan memperbanyak pemasok serta waktu produksi untuk penyampaian diperlama. Selain itu masalah tersebut diperburuk oleh kurang baiknya sistem pencatatan bahan serta sistem akuntansi yang tidak terintegrasi.

Perusahaan mengalami kekurangan pengendalian terhadap persediaannya untuk mengatasi penurunan dalam penjualan. Pertemuan oktober ditutup dengan perjanjian untuk menyesuaikan perkiraan penjualan dengan mengetahui pasar akan melemah.

• Pertemuan November
Manajer produksi mengidasikan bahwa pengiriman mesin pada bulan oktober menurun sekitar 5% di bawah rencana pembuatan tahun ini. Pada bulan tersebut ditunjukan adanya mesin yang menunggu komponen, tetapi persediaannya akan dibawa dalam proses produksi. Hal tersebut untuk menmgantisipasi pasar yang akan menguat dalam 6 bulan yang akan datang.

• Pertemuan mingguan tentang persediaan
Pertemuan ini dilaksanakan untuk mengawasi kecenderungan persediaan dari hari ke hari. Dimana, diketahui pula terdapat ketidaksesuaian antara catatan manajemen material dengan catatan keuangan menengenai tingkat pertumbuhan persediaan. Kondisi ini diwarnai dengan kekecewaan Henderson kepada fungsi pengendalian sebagai manajer pabrik yang disebabkan hilangnya persediaan.

Permasalahan:
Pada tahun 1974, tepatnya bulan November, Jim Henderson sebagai executive vice president dan chief operating officer dari Cummins Engine Company menghadapi masalah dalam persediaan. Walaupun pemasaran telah memperkirakan bahwa di masa yang akan datang akan adanya permintaan yang tinggi untuk produk perusahaan – mesin diesel – tetapi sumber-sumber lain Henderson dan analisanya mengenai trend industri dan ekonomi memberikan sedikit masalah untuk optimis. Sebagai tambahan, ada perbedaan yang cukup signifikan mengenai persediaan yaitu antara catatan manajemen dengan catatan keuangan. Tidak ada seorangpun yang tahu dimana persediaan yang hilang tersebut berada. Hal ini menyebabkan ratio antara hutang dengan modal mendekati 50% yang merupakan suatu jumlah diatas rata-rata. Ratio tersebut untuk Cummins Engine Company cukup tinggi karena ratio tersebut biasanya hanya mencapai 35%.

Inti Permasalahan Cummins Engine Company

1. Permasalahan yang terjadi dalam dekade lebih dari lima tahun tersebut sebagai bagian dari digunakannya manajer baru yang lebih muda dan profesional dapat diatasi dalam bentuk manajemen yang lebih sistematik adalah suatu permasalahan struktural. Dimana, secara konsep pengendalian struktur tersebut yang akan mewarnai proses optimal. Kesulitan tersebut sangat diwarnai oleh keperilakuan dari karakteristik, baik itu sejarah perusahaan, organisasi maupun motivasi setiap unsurnya.
2. Beberapa konklusi yang seharusnya dilakukan Henderson dalam mengatasi krisis tahun 1974 tersebut adalah masalah pengendalian serta model manajemen yang bertransisi sebagai akibat kuatnya struktur infomal dalam struktur formal manajemen.

Analisa Permasalahan Cummins Engine Company

1. Permasalahan Struktural

Dalam konsep sistem pengendalian manajemen suatu struktur dari organisasi merupakan suatu cermatan penting yang perlu ditelaah secara interaktif. Struktur tidak akan pernah terlepas dari masalah karakteristik organisasi itu sendiri, baik itu karakteristik yang tersrtuktur dengan baik maupun tidak terstruktur. Karakteristik tersebut merupakan langkah awal dari pembentukan struktur secara formal. walaupun secara perilaku organisasi tidak akan pernah pula terlepas dari struktur informal, hanya saja masalahnya struktur informal harus seminimal mungkin serta dapat memotivasi struktur formal.

Secara filosofi masalah perusahaan ini dawali oleh sulitnya mensistematiskan model tersebut secara terintegrasi dari unsur-unsurnya. Sehingga, dalam analisa tidak dapat dari karakteristik itu sendiri beserta perilaku dari setiap unsurnya, baik itu perilaku individu maupun perilaku organisasi. Dimana, dalam konsep manajemen kita kenal bahwa keperilakuan organisasi sangat diwarnai oleh keperilakuan yang tepat dari sinergi potensi individu. Analisa selanjutnya akan diarahkan pada tinjauan aspek perilaku secara karakteristik dari unsur. Baik itu individual maupun organisional.

Tinjauan Aspek Perilaku: Spesifikasi Individu

Sebagian besar karyawan dari perusahaan ini ikut tumbuh bersama perusahaan, sehingga motivasi secara individual terbentuk sesuai dengan perkembangan lingkungan bisnis dan ekonomi perusahaan. Kompleksitas dan skala perusahaan turut pula mewarnai motivasi individu sesuai perkembangan jenjang manajemen. Analisa yang diambil dalam melihat kondisi ini digunakan teori Maslow yang menjenjang kebutuhan, dimana tampaknya motivasi pergeseran berjenjang ini mengikuti pola jenjang manajemen.

Banyaknya spesifikasi karyawan yang kaya pengalaman dibandingkan jenjang pendidikanya memberikan motivasi secara individual menyintai pekerjaan operasional secara tradisional dibandingkan inovasi. Hal tersebut tidak terlepas pada kondisi motivasi pemenuhan kebutuhan dasar dari sebagian besar karyawan ketika awal bekerja, hal tersebut terbukti dengan pemenuhan kebutuhan personalia oleh pihak-pihak yang terkait keluarga satu sama lain. Ketika awal perusahaan ini dibentuk motivasi individu dari manajemen ataspun sangat diwarnai oleh pemenuhan motivasi membentuk rasa aman, dimana motivasi manajemen atas yang otodidak (Tull) yang memiliki spesifikasi kaya pengalaman seperti karyawan lainnya memilih lebih memasyarakatkan model manajemen informal untuk mendorong motivasinya dalam menciptakan rasa aman bagi dirinya. Demikian pula Miller pola pemikiran yang kaya pengetahuan, walaupun secara spesifikasi berbeda dengan lainnya, akan tetapi pada saat mengembangkan perusahaan ini pemikiran dan gaya manajemennya terbentuk dari motivasi menciptakan rasa aman, hal tersebut tercermin dari pemikirannya dalam pemacuan strategi meningkatkan pangsa pasar.

Ketika perusahaan berkembang, baik itu kompleksitas maupun skala organisasi, terjadi pula pergeseran dari hirarki kebutuhan yang berpengaruh cukup signifikan terhadap motivasi dari spesifikasi individu. Keadaan karyawan yang ikut tumbuh bersama perusahaan besar kemungkinan telah berada pada pemenuhan kebutuhan dasar serta rasa aman dan kondisi ini berada pada motivasi meningkatkan rasa aman ataupun meningkatkan status sosial. Sementara, Tull dan Miller telah termotivasi untuk mulai mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan peluang aktualisasi perusahaan yang telah cukup aman bagi strata mereka. Untuk mendukung motivasi dari Miller dan Tull melakukan suatu konsep yang lebih dapat menjamin keamanannya dengan memberikan otoritas profesional pada Scacth dan Henderson.

Dimana, kedua team work ini besar indikasi bergabung dengan perusahaan ini pada saat perusahaan telah kompleks dan skala besar. Dimana, spesifikasi mereka sebagai pihak profesional yang lebih sistematis serta berwawasan pengetahuan. Sehingga, motivasi individual (Scacth dan Henderson) lebih ke arah aktualisasi dalam artian keberhasilan manajemen profesional. Kondisi motivasi per individu yang berjenjang ini telah mengakibatkan beberapa indikasi berikut ini,
• Kekecewaan manajemen atas dalam melakukan komunikasi yang lebih sistematis dalam struktur yang lebih forma.
• Kekecewaan dari manajemen menengah yang termotivasi meningkatkan status sosial dalam perusahaan, akan tetapi ruang untuk itu diberikan oleh manajemen lama kepada manajemen baru yang profesional. Sehingga, sangat sulit untuk distrukturkan
• Kekecewaan manajemen bawah, karena adanya garis penghubung yang hilang sebagai akibat perbedaan persepsi manajemen menengah dan atas. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya data yang tidak tepat dan akurat untuk suatu masalah.

Ketiga kekecewaan inilah yang merupakan analisa pokok dari masalah struktural secara aspek perilaku individual unsur-unsur dalam perusahaan.

Tinjauan Aspek Perilaku: Spesifikasi Organisasi

Motivasi individu yang dibentuk oleh pengetahuan, pengalaman serta kesempatan merupakan variabel cermatan penting dalam melihat relevansi perilaku individu sebagai akibat implementasi dari sistematika model akuntansi manajemen. Dimana, perilaku individu di atas merupakan sinergi yang potensial dalam membentuk spesifikasi organisasi.

Berikut ini akan diuraikan analisa dari sudut perilaku individu yang berpengaruh terhadap perilaku organisasi berdasarkan permasalahan organisasi. Permasalahan yang terjadi sebagai akibat adanya pola transisi dari sebuah (1) evolusi keperilakuan gaya manajemen puncak yang berdampak terhadap sudut pandang individual dalam merumuskan strategi menghadapi pasar, dengan kata lain kondisi tersebut sangat potensial berdampak kepada (2) evolusi strategi dalam keperilakuan pangsa pasar. Dimana keperilakuan individu tersebut secara organisasi akan membawa spesifikasi dalam (3) model kepemimpinan dan manajemen yang dianut oleh manajemen secara keseluruhan. Tiga hal yang merupakan output dari motivasi individual manajemen puncak yang sangat diyakini akan mempengaruhi spesifikasi organisasi secara Karakteristik kultural (corporate culture).

evolusi keperilakuan gaya manajemen puncak. Evolusi merupakan suatu keterjadian dari akibat pola transisi faktor-faktor pemotivasi (pengetahuan, pengalaman dan kesempatan). Pola transisi yang terjadi dalam organisasi ini merupakan adanya transisi dari model keperilakuan manajemen puncak perusahaan.

Dimana, model keperilakuan kepemimpinan Miller dan Tull yang ikut tumbuh bersama perusahaan merupakan faktor pemacu. Artinya, Model faktor motivasi Miller dari faktor pengetahuan yang lebih kuat dari pengalaman dalam mengadopsi kesempatan bagi organisasi yang masih berusia bayi cenderung memberikan perilaku strategik ke arah pembukaan kesempatan itu sendiri, contohnya perencanaan lebih diarahkan kepada perluasan permintaan. Disamping itu, motivasi Tull dari faktor pengalaman lebih dari pengetahuan cenderung mengatasi masalah operasional yang lebih ke tehnis, contohnya lebih banyak turun ke lapangan dan membina motivasi karyawan dan pemasok secara informal. Model lama dari gaya manajemen perusahaan ini dengan kata lain lebih bersifat membuka kesempatan, sehingga unsur informalpun sangat kental terasa dalam implementasi gaya manajemen mereka. Pengendalian dari model ini tentu tidak terasa hal penting, karena organisasi masih kecil dan belum begitu kompleks, sehingga pengendalian ‘hand in hand’ dapat berjalan.

Evolusi terjadi pada saat Miller dan Tull menyerahkan manajemen kepada pihak yang lebih muda serta profesional (Scacht dan Henderson). Dimana, dalam faktor motivasi kedua manajer ini bertitiktolak pada pengetahuan yang lebih besar dari pengalaman dalam mengadopsi setiap kesempatan. Artinya, baik secara operasional maupun strategik gaya manajemen baru ini lebih memfokuskan fungsi manajemen secara lebih sistematis dan terarah.

Evolusi terjadi sebagai akibat dari adanya transisi kepemimpinan yang sangat berpengaruh kepada seluruh personalia organisasi sebagai akibat bergesernya paradigma organisdasi yang dirumuskan oleh manajemen baru. Pola transisi yang menimbulkan masalah dalam organisasi ketika telah memiliki skala cukup besar dan cukup kompleks sangatlah sulit untuk mengendalikan serta mengambil keputusan untuk meraih kesempatan organisasi secara sitematis. Hal tersebut terbukti dengan sulitnya Henderson memformalkan struktur operasional yang digeser dari fungsi tehnis ke arah fungsi manajemen.

Evolusi strategi dalam keperilakuan pangsa pasar. Evolusi dalam model keperilakuan manajemen puncak tentunya berpengaruh cukup besar dalam antisipasi organisasi terhadap kesempatan. Model lama yang lebih ke arah tehnis secara produksi lebih ke arah pembuatan suatu produk serta secara strategi pemasaran lebih ke arah meningkatkan konsumen, sehingga ‘push marketing’ sangat terasa, dalam artian perusahaan memandang profit tumbuh sejalan dengan meningkatnya permintaan akan barang. Permasalahan terjadi pada saat evolusi strategi sebagai akibat dari evolusi kepemimpinan. Dimana, model baru yang lebih ke arah manajemen strategik baik itu dalam operasional maupun perencanaan lebih mengarahkan strategi pemasaran ke arah kepuasan konsumen sebagai tolak ukur tujuan perusahaan, sehingga ‘pull marketing’ terasa dalam manajemen baru. Permasalah transisi ini terjadi, ketika kesempatan yang telah dibuka oleh manajemen lama dengan meningkatkan permintaan, dimana manajemen baru melihat kesempatan tersebut untuk memelihara image perusahaan di mata konsumen dengan tolak ukur kepuasan sangat sulit terjalin dengan baik. Kepuasan tersebut sangat sulit terjadi, hal tersebut terbukti masih lambatnya dan tidak dapat dipenuhinya permintaan yang tinggi tersebut. Indikasi penting disini sesuatu telah berubah secara filosifi, akan tetapi organisasi sangat lamban mengantisipasinya.

Model kepemimpinan dan manajemen. Hal terpenting dalam spesifikasi suatu organisasi adalah paradigma yang sangat mewarnai organisasi tersebut. Dimana, paradigma tersebut terbentuk dari kepemimpinan dalam manajemen organisasi tersebut. Pada masa transisi manajemen puncak ini, hal terpokok yang terjadi adalah masalah masihnya teridolanya sebagian besar karyawan pada pola lama yang ikut tumbuh bersama organisasi. Oleh sebab itu, manajemen ‘hand in hand’ yang ikut tumbuh secara terpola sesuai perkembangan organisasi tersebut sangat sulit untuk lebih diandalkan dalam menghadapi pola yang lebih sistematis dalam menghadapi sekala yang lebih besar dan lebih komleks. Masalah organisasi yang ditimbulkan oleh transisi ‘idola’ ini adalah sulitnya personalia menerima perubahan paradigma, sementara tanpa disadari lingkungan telah berubah.

Karakteristik kultural perusahaan (corporate culture). Ketiga uraian kondisi transisi di atas secara kumulatif melahirkan sebuah karakteristik kultural dari perusahaan sebagai berikut:
• Organisasi tersebut berperilaku kurang adaptif terhadap perubahan, sehingga terkesan lamban dalam pengambilan keputusan serta merugikan perencanaan dan sulitnya mengendalikan organisasi tersebut. Hal tersebut, sebagai dampak masih kuatnya struktur informal yang kurang dikuasai oleh manajemen baru. Dimana, masalah tersebut ikut tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya perusahaan. Keengenan untuk berubah tersebut merupakan indiksai kurang terpenuhinya beberapa faktor motivasi individual secara signifikan ataupun organisasi selama ini telah merasa aman dengan kondisinya. Sementara kelambanan terasa sebagai dampak sulitnya berinteraksi dengan perubahan orientasi, motivasi persaingan, globalisasi, lingkungkan bisnis dan ekonomi yang lebih mengarah kepada kepuasan.
• Tidak terstrukturnya manajemen secara tepat. Sehingga, mengurangi integrasi organisasi yang merupakan titik tolak perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian terhadap sumber daya potensial. Organisasi cenderung berada pada kultural yang kurang strategis.
• Organisasi yang terlampau dibentuk oleh masalah kekeluargaan dalam format personalianya, berakibat organisasi secara manajemen formal yang lebih sistematis sulit untuk diarahkan serta dikendalikan secara profesional.
• Tidak interaktif dan itegratifnya organisasi berdampak sangat signifikan pada masalah tidak tepat, kurang cepat serta kurang akurat dalam memberikan motivasi sebagai implementasi paradigma organisasi.

2. Permasalahan Tahun 1974-Persediaan

Permasalahan persediaan yang tidak sesuai antara catatan dan fisik pada tahun 1974 merupakan indikasi dari kurang terstrukturnya organisasi sebagai akibat pola transisi. Sehingga proses manajemen yang merupakan implementasi dari struktur yang terbentuk berada pada proses yang tidak sistematis, interaktif serta integratif. Masalah persediaan merupakan salah satu bukti dari akibat masalah struktural serta ketidakteraturan fungsi manajemen. Adapun masalah tersebut terjadi, sebagai akibat:
• Kurang terintegrasinya unsur-unsur dari struktur organisasi. Sehingga besar kemungkinan sesuatu yang telah diproses oleh fungsi tertentu dari suatu unsur dilakukan duplikasi pekerjaannya oleh fungsi lain, atau bahkan tidak ditindaklanjuti. Disamping itu, masalah tersebut sebagai akibat terpacunya ‘push marketing’, sehingga masing-masing fungsi cenderung termotivasi untuk dinilai baik. Inti masalah integrasi adalah masalah komunikasi, baik itu masalah terintegrasinya informasi sustu fungsi terhadap fungsi lain secara perencanaan, pengambilan keputusan ataupun pengendalian sumber daya tersebut. Sebagai ilustrasi, besar kemungkinan hilangnya persediaan adalah akibat telah dilaporkanya permintaan secara finansial kepada manajemen puncak, akan tetapi realisasi produksi masih menumpuk pada barang dalam proses. Sehingga, ketika kedua laporan fungsi tersebut dicocokan tentu berbeda. Disamping itu, masalah sistem akuntansi yang diterapkan oleh setiap fungsi haruslah sama secara terintegrasi. Hal lain adalah kemungkinan model produksi yang memang mungkin sudah tergolong lama.

• Tidak interaktifnya unsur-unsur dari struktur organisasi. Besar kemungkinan, ketidakcocokan beserta menumpuknya barang dalam proses serta kurangnya persediaan bahan baku adalah karena terbiasanya interaksi dibina secara hand in hand berakibat hubungan antar fungsi intern dan fungsi extern (pemasok) tidak interaktif secara akurat, tepat dan sistematis.

Solusi Permasalahan Cummins Engine Company

1. Permasalahan Struktural

Untuk lebih mengarahkan pola transisi yang lebih tepat serta akurat sesuai dengan kultural yang mendorong motivasi individu diperlukan suatu konsep penataan ulang secara menyeluruh dari struktur organisasi secara jangka panjang (strategik). Dimana, model restrukturisasi yang akurat serta ideal adalah menampung setiap kepentingan dalam unsur organisasi beserta team ahli dan manajemen puncak ke dalam satu team perumus struktural. Hal tersebut agar ketika keluaran struktur dihasilkan oleh team tersebut setiap aspek keperilakuan individu dan organisasi telah dipertimbangkan. Sistematika tersebut secara model dapat mengikuti tiga fase (perencanaan struktur, pengambilan keputusan dalam proses manajemen serta pengendalian). Model tersebut sebagai berikut

perilakucummins1

Model di atas memungkinkan team yang dipimpin oleh manajemen baru yang memiliki paradigma baru tentang pengelolaan organisasi dapat mensosialisasikan visinya secara interaktif serta integratif. Dimana, penyusunannya dapat lebih diarahkan pada pola matriks antara motivasi individual dan organisasi beserta tujuan perusahaan yang tepat. Sehingga, proses pengambilan model struktur yang mewarnai kultur yang sehat serta proses manajemen itegratif dapat disusun sesuai dengan kemampuan dan kesempatan dalam merealisasikannya. Disamping itu, model ini dapat mengetahui kunci sukses dari struktur yang memiliki karakteristik tersebut, sehingga memudahkan serta interaktif terhadap perubahan serta hubungan dengan pihak luar.
Setiap fase dalam model ini memerlukan komitmen dalam keperilakuan organisasi maupun unsurnya. Sehingga, perumusan berbagai asumsi dalam taraf perencanaan penting untuk dicermati serta ditelaah sesuai dengan tujuan optimasi dalam perilaku terhadap struktur. Untuk masalah pengendalian struktur yang bertransisi tersebut sangat penting untuk Scacht dan Henderson terlebih dahulu dalam menata ulang dengan akurat, cepat dan tepat.

2. Permasalahan Tahun 1974-Persediaan

Dengan perumusan struktural perusahaan secara sistematis dengan model di atas telah dapat memberikan pemahaman yang secukupnya bagi suatu team tentang kondisi saat ini. Artinya, untuk menganalisa terjadinya ketidakcocokan catatan persediaan, menumpuknya barang dalam proses serta kurangnya persediaan bahan baku sebaiknya dilakukan proses audit dengan norma ‘evidential matter’. Karena, masalah persediaan ini sebagai akibat dari kegagalan internal, dimana laporan auditannya digunakan pihak internal, maka sebaiknya audit dilakukan oleh pihak internal dalam suatu team yang memiliki kompetensi dan keahlian yang cukup serta independen dan profesional.

Dengan proses audit akan dapat diperoleh kelemahan dalam sistem akuntansi, manajemen ataupun performance suatu unsur yang disertai bukti secukupnya secara fisik. Sehingga, dengan audit ini dapat direview kembali masalah performance individu, organisasi (integrasi) maupun sistem pembuatan informasi (baik itu keuangan dan produksi). Serta dapat diambil antisipasi secukupnya tentang keterlambatan pihak external (pemasok) dalam mengantisipasi kebutuhan perusahaan. Sehingga rekomendasi dari proses auditing memberikan sesuatu yang berarti untuk mengatasi masalah saat ini beserta antisipasi yang dapat diberikan untuk masa yang akan datang.

Pelajaran dari Cummins Engine Company

1. Integrasi dari unsur-unsur terkait dalam organisasi perlu dijaga. Untuk menjaga perilaku indvidu yang mendukung perilaku organisasi yang teregrasi diperlukan suatu pola informal yang tepat. Dalam artian, model informal yang selama ini turut membesarkan perusahaan perlu untuk diikuti oleh manajemen baru. Akan tetapi, dengan catatan kekuatan dari struktur informal ini harus dimotivasi untuk memperkuat basis struktur formal, bukan sebaliknya.

2. Interaksi setiap fungsi perlu digerakan secara sistematis agar tidak terjadi mispersepsi tentang suatu proses manajemen.

3. Rasionalisasi baik itu secara individual ataupun organisasi. Artinya, fungsi manajemen ataupun personalia yang tidak mendukung proses integrasi dan interaksi sebaiknya sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan catatan, gejolak organisasi perlu dihindarkan, terutama sebagian besar unsur organisasi ikut tumbuh bersama tumbuhnya perusahaan. Masalahnya disini pihak manajemen atas perlu mengetahui kunci sukses yang dapat dijadikan pemacu pada setiap unsur untuk mengarahkan pola perilakunya searah dengan pola perilaku organisasi. Misalnya, pihak-pihak yang tidak memenuhi spesifikasi tersebut secara perlahan-lahan dihargai eksistensinya dalam mengangkat perusahaan dengan cara realokasi pada anak perusahaan baru (bila memungkinkan), diberhentikan dengan penghargaan yang wajar ataupun ditempatkan pada organisasi informal yang telah terbentuk, yaitu serikat pekerja yang dapat dipakai sebagai team perumus kebijaksanaan yang berkaitan dengan pemotivasian karyawan.

4. Membina hubungan baik dengan pemasok. Dari hasil audit yang dilakukan terhadap krisis tahun 1974 dapat diberikan pengetahun yang secukupnya mengapa terjadi keterlambatan sebagai akibat keadaan makro lingkungan external ataukah memang perusahaan pemasok tidak dapat diandalkan. Sehingga, perlu dilakukan suatu siklus dengan pemasok yang dapat menjamin kelangsungan produksi. Kondisi tersebut akan lebih ideal, jika perusahaan membentuk suatu unit penghubung dengan perusahaan (anak perusahaan), dimana unit ini bertugas khusus membina serta menjamin keterjagaan persediaan. Unit ini merupakan alternatif realokasi pada point 3 serta memungkinkan adopsi model ‘just in time’ secara filosofis.

5. Mengembangkan secara perlahan dan simultan proses prodoksi maju dengan penggunaan komputer secara terintegrasi. Perlu diingat, untuk mengatasi pengaruh keperilakuan individu ataupun organisasi akibat pengembangan sistem ini baik secara modal maupun manusia. Sehingga, perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan yang cukup bagi karyawan agar tidak kaget ketika implementasi serta perlunya dilakukan perencanaan dalam replacement peralatan dengan tepat.

6. Dikembangkannya sistem informasi, baik itu manajemen maupun akuntansi. Yang perlu dilakukan disini adalah membuat pelatihan dan memotivasi seluruh pihak terbiasa dalam menggunakan komputer sebagai media. Disamping itu, secara manajemen harus dapat dikendalikan serta dapat dipilih metode akuntansi yang tepat dengan karakteristik usaha.

7. Perlu diberikan wewenang yang tegas serta dikembangkanya fungsi yang independen, kompeten serta lebih profesional dari departemen audit internal. Dimana, internal auditor harus memiliki spesifikasi yang tepat dalam melihat setiap aspek keperilakuan dari struktur, proses maupun performance secara individual dan organisasi.

8. Perlu dibentuk pola motivasi setiap unsur ke arah konsistensi terhadap komitmen yang dibuat.

– Yanuar rizky

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.