Rupiah dan Peta Jalan Permainan Bandarnomics US Dolar (1)

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 29 Mei 2018:
Sebelum sahur, saya membuka data pasar uang US Dolar – Rupiah (USD-IDR) di pasar uang USD New York. Dimana, jam 4 subuh WIB adalah jam 17 Waktu New York.

Artinya, saat pasar uang USD-IDR ditutup di pasar uang IDR Jakarta itu akan menjadi open position di pasar uang USD New York. Sebalikmya, saat kurs USD-IDR closing di New York akan jadi open position di pasar uang IDR Jakarta.

Itulah dunia pasar keuangan, apalagi sejak IT dari sisi jaringan telah membuat batas-batas dunia menjadi murah dengan internet, uang tak mengenal waktu tidur. Tidur di belahan bumi timur saat waktu terjaga di belahan bumi barat.

The city never sleep, itulah tagline Citibank dalam membranding sebagai Bank global. Ya, yang tak pernah tidur itu uangnya, bergerak ke sana kemari cari keuntungan dari selisih harga.

Saya selalu ingat kalimat favorit saya dalam menulis di koran dan majalah “dunia ini memang tempat berselisih, karena hidupnya dari nyari selisih”.

Karena, ini bulan puasa, ijinkan saya menyadur ayat Qur’an yang dalam beberapa ayatNYA menyatakan bahwa dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau…

Ya, bagi saya semua ini permainan. Dalam perjalanan karir saya dan kemudian menjadi passion untuk menekuni profesi analis independen di pasar keuangan, saya menemukan sebuah benang merah “dunia pasar keuangan telah menjadi motor penggerak ekonomi yang dihasilkan dari permainan para bandar (bandarnomics)”

Bandarnomics sering saya ulang-ulang dalam tulisan di media masa dan juga blog, yaitu bandar sebagai pemain dominan dapat mengendalikan permainan ke arah titik keseimbangan (harga) yang diinginkan jika menguasai 2 hal sekaligus, yaitu (1) barang dan atau uangnya; dan (2) isu.

Itu kenapa banyak yang bilang pasar keuangN (monetaris) pisaunya adalah menciptakan persepsi dari agenda seting sebuah isu.

Perjalanan karir dari bekerja dan era generasi saya saat masuk usia bekerja membawa kemudahan untuk belajar dengan bantuan internet. Disitulah, saya mengenal game theory (John Nash). Yang membantu saya memahami soal “sang bandar”, “follower”, “penantang” dan tentu saja “korban”.

Lalu, model permainan di game theory itu seperti skenario dalam sebuah drama. Dalam sebuah krisis dari permainan di pasar keuangan dikenalah apa yang disebut “doomsday skenario”, yaitu sebuah posisi keseimbangan baru dari pemain dominan (sang bandar) untuk keuntungan selisih harga optimumnya dengan memakan korban (krisis ekonomi).

Ini adalah bloging awal saya, yang akan saya lanjutkan dengan bloging selanjutnya soal peta permainan yang bermain di kurs mata uang negara berkembang seperti Indonesia, yang bisa ditemukan selalu konsisten saya tulis di media masa dan blog, tapi akan saya ulang lagi di blog selanjutnya.

Setelah itu, saya juga akan menulis blog bagaimana kita menjaga persepsi (isu) yang bisa menjadi variabel intervening menjaga agar tak tertimpa doomsday scenario, dari apa yang telah saya tuliskan sejak tahun 2004 soal “Kampanye Budaya Investasi Lokal”.

Saya selalu teringat di era generasi saya sekolah sejak SD ada di buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”

Tapi, teori imperialisme selalu dalam adu domba, sehingga PMP menjadi Pren Makan Pren.

Rangkaian tulisan ngabuburit ini, semoga menjadi kontribusi saya sebagai WNI biasa aja untuk sharing pemikiran, mencegah politisasi Kurs menjadi “lover vs hater” di era medsos zaman now (PMP dengan instrumen Buzzer).

Kata Zhou Xiachuan Gubernur Bank Sentral Cina (PBoC) di akhir tahun 2007 kepada para pemuda Cina “dunia dilanda Misleading, kita jangan Misreading”.

Kata Ben Bernanke Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) setelah crash bursa New York 2008 ke Kongres dan Senat di negaranya, dimana dia menyusun perubahan game model (game change) yang kemudian dikenal dengan istilah QE (Quantitative Easing) “Begining From The End”.

Jadi, rangkaian tulisan saya berikutnya di blog ini, semoga bisa cepet hehe… adalah mencoba mengingat kembali apa yang sudah saya tulis tentang apa yang saya baca dan apa end hari ini adalah begining di tahun 2008 sebagai “game change”

Saya pun selalu mengingat pembicaraan dengan Gubernur BI Burhanudin Abdullah di tahun 2006 “kalau hot money adalah keniscayaan, bagaimana mendinginkannya dan memanfaatkannya untuk perekonomian rakyat.

Itulah, saya pikir pentingnya intervening variable “Kampanye budaya Investasi lokal”.

Semoga dengan intro tulisan ini, sharing tulisan blog saya selanjutnya bisa dipahami eh awam sekalipun.

#enjoyAja,
Yanuar Rizky
-WNI biasa saja

Note: semoga tulisan blog berikutnya bisa dirilis selsih 1 hari dari upload ini. Kalau telat harap maklum :)

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.