Aksi Korporasi dan Iklim Bandarnomics

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 19 Mei 2015:
Pertanyaan yang sering ditanyakan oleh media mainstream (market) adalah keluarnya investor asing, dan atau memudarnya ketertarikan investor asing ke Indonesia di saat ekonomi domestik melambat?

Jawabannya sederhana, kalau kita berpikir dari cara bandar menggerakan ekonomi via mekanisme pasar (bandarnomics), maka mana mungkin mereka ‘bodoh’ tak tau akan ada tren perlambatan ini.

Dengan kata lain, jika investasi adalah transaksi hari ini untuk masa depan, maka hari ini adalah bagian dari aksinya di masa lalu dan atau sekaligus menjadi aksinya untuk hari esok.

Dimensi banyak pihak, buruknya hari ini akan membuat orang takut masa depan.. tidak demikian buat bandarnya.. bagi mereka ini saatnya eksekusi barang lama sekaligus dibeli lagi ..

Itu bisa terjadi, karena penurunan nilai aset di satu sisi diikuti penguatan US Dolar di sisi lain (arbitrase antar kuali gorengan).. kalau jual Aset di harga terbaik, maka USD didapat juga lebih banyak.. Jual terus, nilai aset akan terus turun dan USD makin kuat.. maka kalau udah sampai ke murah, ya diambil lagi.

Transmisi itu (true believers of market mechanism), membuat sebuah fakta empiris Bandarnomics memang senang naik-turun silih berganti, karena posisi silih berganti itulah saatnya untung dari skenario (strategi) dagang cari selisih investasi.. karena sibuk cari selisih, makanya kerubutan (berselisih) di sisi lain adalah bagian dari partitur konser pasar itu sendiri..

Dalam posisi ini, coba lihat pasar hutang lebih semarak. Hutang sebagai aksi korporasi (corporate action) untuk bertahan ditengah gejolak pasar, bisa menjadi awal terjadinya ‘hostile take over’ (pengambilan kepemilikan dikarenakan tekanan kemampuan likuiditas kepada pemegang saham lama).

Anda bayangkan, kenapa bandar yang kelebihan likuiditas dari cetak duit USD lempar hutang? Kalau anda ambil hutang harus bisa berhitung, kalau pemburukan pasar jangka pendek-menengah masih terjadi, dan tak cermat menghitung cash flow, maka jebakan betmen sedang anda masuki.

YAITU, resiko di masa depan jika default tak bisa bayar utangan, pemberi utang akan minta restrukturisasi hutang dikonversi jadi saham. Itulah, hutang bisa jadi sarana mengambil kepemilikan.. itulah sejarah beralihnya kepemilikan Bank-Bank kita paska krisis 1998, yang sekarang kita nikmati fakta dominannya asing di sistem perbankan nasional.

Tanpa kepemilikan, tidak ada kemandirian ekonomi. Semoga skema infrastruktur yang dialihkan menjadi corporate action BUMN sudah cermat dihitung cara manajemen korporasi atas cash flow.. karena di pasar keuangan dikenal ‘high risk – high return’, mendambakan ‘high return’ infrastruktur masa depan tak bisa ditawar harus diikuti kemampuan menyadari untuk mengelola “high risk” yang mengikutinya.

Istilah kerennya mitigasi resiko jangka pendek-menengah, terlebih dampak ke penurunan konsumsi dan penerimaan pajak telah tampak dalam jangka pendek. Pesimisme akan menyebabkan ketakutan berlebih, tapi terlalu optimis juga bisa mengakibatkan lupa daratan.

JADI, seperti kata lagu dangdut “… yang sedang-sedang saja..’, sadar setiap tidakan ada resikonya akan menyebabkan bangsa yang berpikir positif yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan mengelola resiko yang mebgikutinya sedai awal. Semoga saja!

#enjoyAja
-yanuar Rizky, WNI biasa aja

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.