Analisa Terbuka Cita-Cita Bank Terfokus Capres Prabowo dan Capres Jokowi, serta Seandainya Saya Juga Capres :)

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 21 Juni 2014:
Kedua Capres (PS: Prabowo Subianto dan JKW: Jokowi) di acara Kadin semalam sama-sama menyatakan soal pendirian bank terfokus… yang khusus membiayai program pembangunan yang ingin dituju…

Kalau mau rasional, bentuknya seperti apa? Apakah membuat Bank Baru ataukah mereposisi Bank BUMN yang udah ada?

Kita liat struktur UU aturan mainnya, jika buat Bank Baru secara regulasi Perbankan saat ini tidaklah mudah, terkait struktur permodalan, teknologi dstnya yang jadi acuan Bassel Accord yg diratifikasi dalam regulasi perbankan indonesia Saat ini..

Menderegulasi aturan Perbankan yang ada, maka itu wilayah OJK. OJK sendiri saat ini diluar pemerintahan. Presiden sebagai Kepala Negara memimpin harmonisasi antar lembaga negara, tapi ada ‘intervening variable’ dari parlemen (DPR).

Karena, OJK (juga BI) itu melaporkan pertanggungjawaban kerjanya ke DPR. Jadi, (1) perlu dukungan politik (parlemen) untuk mewujudkan deregulasi aturan main perbankan, disamping faktor aturan global di Bassel dan ‘Kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah akan berjalan di 2015’ kedua hal ini akan jadi faktor ‘intervening’ dalam proses deregulasi UU dan aturan turunannya di OJK dan atau BI

Itu dari sisi struktur kelembagaan, bagaimana pembiayaan modal pendirian Bank terfokus ini? Kalau buat Bank Baru, maka harus ada penyertaan modal pemerintah (PMP). Masalahnya, apakah APBN sanggup?

Sebelum sampai ke soal sanggup, perlu disadari, prinsip APBN kita adalah ‘keberlanjutan dan perubahan sistematis’. Dimana, siapaun yang menang dan jadi Presiden baru akan menerima APBN-P 2014 dan APBN 2015 yang sudah disusun dan disetujui oleh pemerintahan saat ini (SBY) dan parlemen (DPR) saat ini.

Ruang (postur) APBN 2015, sepanjang yang telah dibahas tidak memungkinkan terjadinya PMP terkait BUMN baru, bahkan beberapa Belanja infrastruktur dipotong, karena SBY juga ‘status quo’ di pengalihan subsidi BBM, karena dia juga ingin dikenang ‘Mr Subsidi’ di mata rakyatnya.

Jadi, sederhananya (2) ruang gerak pengalihan subsidi dan PMP akan sulit dalam jangka pendek sampai 1,3 tahun memerintah, meski ada peluang melakukan perubahan (APBN-P) di semester 2 – 2015 itu juga ruang geraknya terbatas.

Lalu, bagaimana jika digunakan diluar APBN, dengan mereposisi Bank BUMN yang ada. Itupun akan menghadapi kendala, karena perubahan bisnis model Bank harus disetujui pemegang saham, dan diajukan ke OJK (BI) untuk mendapatkan persetujuan.

Artinya, RUPS Bank BUMN 2014 sudah selesai dilakukan semua. Agendanya untuk model bisnis 2015 sudah akan menjalani proses penetapan otoritas. Sehingga, (3) Kalau dengan mereposisi Bank BUMN yang sudah ada, maka Meneg BUMN dari Presiden terpilih baru bisa mengajukan di RUPS 2015 dan mengajukannya ke otoritas untuk dilakukan di 2016.

Lalu, saya melihat secara rasional jangka pendek kedua Capres semalam sama-sama “melambung” dan dalam jangka pendek tak semudah diucapkan. Dan, ada faktor bauran kebijakan Fiskal – Moneter – BUMN, dimana terdapat faktor ‘intervensi’ dalam sistem ketatanegaraaan struktur kelembagaan fiskal-moneter kita, yaitu dukungan parlemen.

Sehingga, (4) siapapun pemenangnya, dalam jangka pendek, kita harus bersabar dengaan proses konsolidasi demokrasi paska pilpres di parlemen terpilih, semoga ini tidak menjadikannya transaksional politik, tapi new deal bagi eksekutif-parlemen bagi bangsa.

Hanya saja, saya tak melihat pilihan cerdik dari PS maupun JKW semalam. Kalau saya jadi mereka, akan jawab rasionalitas (4) proses politik di atas agar masyarakat pemilih juga mendukung secara rasional dan mau bersabar karene butuh proses.

Tapi, jika saya jadi mereka (capres) akan tawarkan terobosan fiskal yang dikuasai penuh oleh manajemen Kabinet. Yaitu, besaran penerimaan pajak sudah ada targetnya di APBN 2015, 3 bulan pertama saya akan minta Menkeu untuk mengkaji alokasi insentif dan diisentif pajak.

Misal, untuk Bank (tak perduli BUMN, Swasta Nasional dan Asing) serta Perusahaan yang melakukan Investasi ke sektor yang menjadi fokus pemerintah (misal pangan, energi, infrastruktur) akan mendapatkan insentif Pajak. Tapi, yang dianggap memperberat beban ekonomi nasional akan dikenakan diisentif pajak.

Tentu, disini perlu kreatifitas kabinet menghitung agar pola insentif-disentif ini tak keluar dari target pajak di APBN 2015 secara itungannya, agar tidak ada penyimpangan besaran APBN dalam UU APBN 2015 dan atau APBN-P 2015.

Lebih berani sedikit, seandainya saya mereka (Capres) akan rundingan dengan OJK dan BI melakukan bauran kebijakan fiskal – moneter tanpa harus melibatkan ‘unsur politik yang membutuhkan waktu konsolidasi di parlemen’.

Caranya, jika memungkinkan secara likuiditas moneter di 2015, dan ini tidak ringan karena di 2015 siapapun pemenangnya menghadapi masalah ‘global rebalancing’ dana-daana QE yang mengucur ke negara berkembang di tahun 2007-2013 telah mulai terasa pembalikannya ke negara maju, terlebih FOMC The Fed Juni 2014 juga mempertegas kesepakatan mereka tahun lalu untuk menaikan bunga mulai 2015.

Dalam posisi ini BI perlu diberi ruang soal strategi likuiditas, jika memungkinkan ada celah ‘first mover’, maka misalnya BI dan OJK bisa memperbesar model kebijakan GWM – LDR, yaitu Bank yang salurkan kredit ke sektor unggulan disamping insentif pajak juga dapat insentif GWM (Giro Wajib Minimum).

Usulan saya pun harus diitung ulang, tapi saya rasa itulah cara paling rasional untuk mewujudkan sinyal cepat sebuah era baru ditengah formalitas struktural kelembagaan ekonomi yang ada.

-yanuar Rizky, WNI Indonesia biasa saja
Catatan Kaki: saya bukan Capres dan bukan maksud niat tulisan ini ingin ikutan nyapres… ini hanya agar sebagai WNI biasa saya ikut berkontribusi dalam konsolidasi demokrasi ini meski sebatas ide… jadi salam #enjoyAja

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.