Belajar Manajemen Krisis dari Air Asia dan Lion Air

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 20 Februari 2015:
Ada yang menarik sebagai sebuah #chairmanLearning saat usaha nya (yang skalanya besar dan menyangkut konsumen retail yang juga gede dan #cerewet nya elastis terhadap #reputasiUsaha)

Yaitu, antata Tony Fernandez (Air Asia) dan Rusdi Kirana (Lion Air). Dari sisi segmentasi strategi bisnisnya sama, yaitu pesawat yang menjadikan harga sebagai variabel kompetitifnya dalam memenenangkan pangsa pasar (market share).

Segmentasi strategi dengan ‘harga’ sebagai variabel kompetitif (competitive advantage) sering kali dihantam dari sisi persaingan daya bandingnya (comparative advantage).
Misal, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan ketika kecelakaan Air Asia, respon pertamanya adalah karena faktor keamanan yang merupakan biaya yang harus ditanggung sebagai resiko dari penurunan harga (transaction cost economic). Sehingga, respon deregulasinya adalah merubah batas bawah harga penerbangan.

Kita lupakan dulu soal ‘pricing deregulation’ itu. Karena itu sifatnya lingkungan eksternal, regulator, yang harus dihadapi oleh perusahaan penerbangan. Kita coba meraba dari sisi internal, yaitu energi strategis yang dapat dikendalikan dari inisiatif manajemen perusahaan itu sendiri.

Kalau dilihat dalam kondisi krisis, disaat model pemberitaan dan media sosial begitu demokratis dan berisiknya, maka manajemen krisis dalam bentuk sinyal ke pasar (signaling theory) menjadi penting sebagai variabel yang bisa mencegah pemburukan reputasi perusahaan dalam jangka pendek, menengah dan panjang (daya banding di industri, comparative advantage).

Kalau kita pakai analisa daya banding sebagai acuan, maka Tony Fernandes begitu responsif saat Air Asia mengalami krisi, dia ngetwit menunjukan simpati, serta manajemen puncak yang hadir, baik bagi mental bawahannya maupun korban serta tentu saja sinyal bagi pelanggan potensialnya untuk tetap percaya pada reputasi manajemennya.

Kita melihat, Tony Fernandes datang ke Bandara, menghadapi ‘head to head’ ketika Menhub Jonan marah-marah. Menjaga soliditas karyawannya untuk hadir disaat krisis, bukan terus malah semua takut menghadapi ‘cerewet’ dan marahnya otoritas dan konsumen.

Di titik kontras inilah kita belajar, menghadapi krisis dengan tidak menghindarinya adalah sebuah #chairmanLearning. Kontrasnya, ini tidak terjadi di Lion Air, yangvbisa kita lihat situasi tambah kacau, bahkan ground crew pun banyak memilih tidak tahan menghadapi masa.

Disisi lain, resiko dari pebisnis yang juga masuk politik sebenarnya juga harusnya dihitung cermat. Posisi Rusdi Kirana sebagai anggota Watimprrs menambah variabel reputasi makin melebar ke arah politik. Bahkan, ukuran konsistensi ‘galak’ pun menjalar ke penilaian publik ke Menhub Jonan, ya itu tadi karena konsukuensi Chairman nya juga berpolitik.

Mana yang benar dan salah bukan inti dari tulisan ini. INI hanyalah tulisan strategic management yang simpel saya tulis di blog, sebagai pembelajaran bisnis bagi saya pribadi, dan syukur-syukur disharing berguna juga untuk pemvelajaran bersama #enjoyAja

-yanuar Rizky, WNI biasa aja, Chairman BIG (Bejana Investidata Globalindo) -sebuah perusahaan skala kecil aja, yang dibangun dari start up dengan cita-cita begining from the end, yaitu ujungnya semoga Allah rido untuk bisa membesar :)

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.