Catatan Lepas “Heboh Beras…”

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 26 Juli 2017:
Bulan September 2015, saya merupakan salah satu yang diundang Presiden Jokowi diskusi Ekonomi sambil makan siang…

Sharing apa yang saya serap sudah saya tulis di blog ini http://rizky.elrizky.net/sharing-buah-pikir-saat-makansiang-bersama-presiden-jokowi

Soal isu beras yang lagi heboh sekarang, saya ingat diskusi kecil saya dengan Jokowi saat itu, ini saya copas dari tulisan link tersebut:

[…saya sempat bicara di awal ketika Presiden menunjukan foto-foto proyek irigasi dan sawah-sawah yang sedang dibangun. Saya mengutarakan ke Pak Presiden, data produksi gabah kita dibanding Vietnam lebih besar, tapi barang akhir berupa beras lebih besar Vietnam. Saya katakan bahwa itu ada soal paska panen juga, teknologi.

Presiden tampaknya memang menguasai isu ini, dia langsung memotong itu Rice Mill, dia mengatakan sudah melihat mesin penggilingan besar dan modern, yang menghasilkan beras yang banyak. Menurut Pak Presiden, kalau itu dilakukan penggilingan padi yang kecil-keci di desa milik petani akan habis gulung tikar. Beliau mengatakan di Indonesia kita juga harus melihat soal bisnis petani.

Saya kemudian mengatakan, kalau saya pernah dengar presentasi dan belum pernah melihatnya, mesin Rice Mill bisa juga kecil-kecil, Jadi, inefsiensi mesin giling lama di sentra penggilingan desa, sudah tidak menghasilkan banyak beras juga bahan bakarnya solar. Berdasarkan, dari presentasi yang saya pernah dengar, ada mesin kapasitas kecil di running skala kecil jalan dengan bio mass, dan bisa dioperasikan petani. Baiknya, program modernisasi itu mengganti mesin lama di penggilingan tradisional dengan mesin baru, tapi tetap mereka yang jalankan bisnis.

Beliau kemudian mencatat dan bilang, ya itu harus beliau lihat. Dan, saya pun mengutarakan apa adanya “saya juga belum lihat Pak, karena baru dengar presentasi saja dari laporan proyek percontohan”. Lalu, Presiden bilang “ya, terimakasih infonya”.]

Masalah hari ini, dan dalam dua tahun saya mulai mengenal dunia baru soal “mata rantai industri pertanian dan ketahanan pangan” adalah buah dari modernisasi Teknologi Penggilingan (rice milling).

Saya rasa, Jokowi juga ada benarnya dia mengatakan kalau rice milling besar-besar kayak punya swasta ya usaha penggilingan di desa mati..

Rice Milling modern mampu menggiling gabah secara efisien (dari sisi biaya penggilingan), efektif (dari sisi rasio gabah menjadi beras, re. diskusi saya dan Presiden Jokowi soal Vietnam dalam tulisan ini adalah soal rasio ini), serta ekonomis (karena mampu mengatasi masalah bawaan kadar air gabah, sehingga memungkinkan menghasilkan beras Premium)

Saya merenungkan 2 hal, terlebih dalam 2 tahun ini saya beberapa kali untuk kepentingan dinas keliling dan berjumpa dengan Poktan (Kelompok Tani) dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani).

Saya pun melihat rice miling milik Poktan dan Gapoktan, salah satunya pernah saya live video di facebook wall saya ini…

Lalu, saya berpikir jika rice milling di desa ini direvitalisasi / modernisasi, ada 2 hal masalah: (1) Biaya Modal Investasi untuk pengadaan mesin-mesin modern; dan (2) kesenjangan pengetahuan petani dalam menjalankan mesin berteknologi modern (kompeterisasi)

Katakanlah yang no (1) diatasi belanja fiskal pemerintah dan atau kemitraan poktan gapoktan via BUMDes dengan BUMN pangan, sehingga petani tetap punya usaha beras, tapi apakah poin (2) bisa tercapai?

Kenapa pesimis soal pengetahuan modernisasi petani? Ini dengan asumsi seperti data-data yang saya perhatikan di RDKK (database kartu tani) di Jateng misalnya, usia termuda petani kita 47 tahun.

Kita kehilangan generasi industrialis pertanian! Kenapa? Karena, memang usaha tani (padi) data-data menunjukan marjin usaha tani itu kecil sekali! Generasi muda desa, memilih menjadi generasi Urban, logis aja ngojek di Jakarta punya hasil lebih baik dari buruh tani.

Problem hari ini adalah, swasta (seperti Tiga Pilar) memiliki Modal yang cukup untuk investasi Rice Miling Modern, juga cukup punya cadangan modal kerja untuk menyerap gabahnya serta mampu merekrut tenaga terdidik mengoperasikan rice milling modern. DAN, cerukan pasar kelas menengah konsumen beras premium pun ada.

Swasta ini membeli gabah petani, menyerap lebih baik dari bulog yang juga memerlukan revitalisasi peran fiskal (inflatoir) di sisi lain. Apa yang salah? Mereka, punya capital sehingga memiliki dua unsur Competitive Advantage (bahasa orang-orang korporasi) untuk memenangkan persaingan, yaitu memiliki inisiatif untuk berteknologi sebagai enabler diferensiasi produknya.

Petani gabah pun punya pasar? Apa masalahnya? Ya, saya setuju ini adalah mekanismes pasar dan secara bisnis menjadi membingungkan unsur pidana persaingan tidak sehatnya dimana?

TAPI, kalau saya merenungkan diskusi kecil saya dengan Jokowi 2 tahun lalu, kita harus fair lalu usaha rice miling di desa milik poktan dan gapoktan ya bubar…

Saya juga ingin mengendapkan satu simulasi perpektif masa depan dalam durasi jangka panjang…

Jika pemain pertama rice milling modern (kapital besar) ini bermain sendiri dan yang kecil-kecil mati (bahasa kerennya hilang karena kelambanan adopsi teknogi, karena hadirnya pemain baru dengan Disruptive Inovation), dalam jangka panjang pemain Inovator ini akan jadi pemain dominan.

Kalau simulasi jangka panjang akan ada resiko market maker Pangan karena pelan tapi pasti menjadi pemain dominan, maka ini pertanyaan soal stabilitas jangka panjang juga soal peran negara menjaga ketahanan pangan.

Kalau dibaca pelan-pelan, diresapi miskinnnya petani kita… mereka terkena hancur karena lamban berinovasi teknologi apa fair? Karena, mereka kurang modal dan pengetahuan.. suka tidak suka, itu struktur hulu industri pertanian kita.

Tapi, dibaca cepat dengan logik “true believers of market mechanism” kehebohan gerebek gudang IBU juga off side. Ada kegagalan pemerintah membangun narasi jika tujuannya membangun kesadaran bersama soal keadilan hulu ke hilir, jika dengan narasi yang tidak jelas tau-tau main gerebek…

Saya tidak membela siapa yang benar, semua bisa benar tergantung kacamata kita “pasar saat ini” atau “cermin benggala: melihat mata rantai menyeluruh dan memperbaiki bersama struktur petani, rice milling, pasar dan inflasi konsumen dalam jangka panjang”.

Kalau saya ada kesempatan bicara lagi dengan Presiden, mungkin saya akan menyampaikan ada cara “soft power” yaitu menata infrastruktur kemitraan BUMDes untuk menyebar industri beras desa tetap hidup tapi didorong untul efisien, efektif, dan ekomis. Strategi kampung kepung kota jauh lebih terkur dari aksi gerebek gudang.

Saya tau, apapun di Indonesia saat ini akan dibawa ke politik. Saya tidak dalam posisi menjelaskan isi kepala orang lain (buzzer), saya menulis ini hanya sharing #enjoyAja isi kepala saya sendiri.

Tapi, siapapun anda, kalau anda pergi ketemu petani di desa-desa anda akan tau ada pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini menciptakan sistem ekonomi yang wajar, adil, mencerminkan cita-cita “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Salam #enjoyAja,
-yanuar Rizky, WNI biasa ajah…

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.