Catatan Untuk Presiden: Bandara dan Industrialisasi Pariwisata

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 10 Agustus 2014:
‎Proses pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh Sosmed (Sosial Media) kembali terjadi di Indonesia. Kali ini terkait pembatalan pemberlakuan pemindahan Imigrasi di terminal 3 Bandara International Soekarno Hatta (Soetta) ke terminal 2. Setidaknya, jika dibaca di berita dikatakan pembatalan ini mempertimbangkan keluhan publik seperti diangkat dalam Twiter Wakil Menhuk-ham.

Lebih mendasar dari soal pemindahan dan pembatalan itu, sebenarnya ini mengangkat fakta buruknya infrastruktur bandara Soetta yang menjadi pintu gerbang ‎utama Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari indikator The Travel & Tourism Index – Worl Economic Forum (TTI-WEF) tahun 2013. Dimana, Indonesia berada di posisi 70.

2014-08-10-07-43-44

Kalau dilihat dari perkembangannya, tahun 2011 TTI-WEF Indonesia ada di posisi 74, ada sedikit perkembangan. Tapi, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, maka Indonesia masih berada dibawah Singapura (TTI-WEF 2013 posisi 10) dan Malaysia (posisi 34), Thailand (43). Bahkan di regional Asia Pasifik, Singapore menempati posisi ke 1, Malaysia ke 8, Thailand ke 9 dan Indonesia ke 12.

Kalau kita pikirkan negara seperti Singapore yang kecil bagaiamana bisa menjadi tujuan wisata yang paling kompetitif dibandingkan Indonesia? Atau, benar Malaysia lebih luas dibanding Singapore, tapi jika dibandingkan dengan kekayaan alam yang menjadi tujuan wisata (heritage) tentu Indonesia lebih luas dan beragam. Ada apa ini?‎

Kalau dilihat dari sisi penjelasan dokumen ‎dokumen TTI-WEF report 2013, di bagian ringkasan Eksekutif halaman xxiv, disitu diakui bahwa kekayaan alam (natural resources) dan kekayaan peninggalan budaya dunia (world heritage) dimiliki Indonesia, untuk ini Indonesia ada di peringkat 6 Dunia. 

Bayangkan, dari kekayaan alam untuk modal dasar (social capital) ada di peringkat 6, tapi hasil akhir melorot ke peringkat 74. Hal ini menurut TTI-WEF 2013 diakibatkan (terkoreksi) oleh ground transportation (posisi 87), tourism infrastructure (p‎osisi 113) dan Infrastruktur ICT (posisi 87). Yang jika kita telaah, terkait ground transportation dan tourism infrastruktur menyeruak dua masalah terkait, yaitu buruknya bandara (beserta konektivitasnya) serta sarana transportasi di Indonesia (land tour).

Kita bayangakan, dan bandingkan darisitu, maka kita dapat jawabannya dengan memiliki bandara yang menjadi konektivitas ke semua belahan dunia dan modernitas bandaranya (hub) Singapore bisa mengalahkan kita (Indonesia) yang lebih kaya social capital pariwisatanya. Juga Malaysia, yang berbenah di bandaranya untuk menyaingi Changi di Singapura.

Kita bisa bayangkan, Soetta yang di zamannya pelopor di ASEAN, tapi tak pernah berkembang dan ketinggalan zaman. Pada akhirnya, kompetitifnya sosial capital pariwisata untuk modal penguat devisa tidak bisa kita manfaatkan!. 

Coba saja, anda ingin terbang ke banyak negara lain dari Jakarta, maka kita akan dihadapkan oleh transit di bandara (hub) maskapai yang melayaninya. Entah itu di Singapore, Malaysia, Thailand, Dubai atau Doha. 

Garuda Indonesia yang menjadi ‘Flag Carrier’ kita pun hanya bisa ke beberapa negara Asia, Australia dan Amsterdam. Sehingga, kalaupun pakai Garuda baru beberapa tahun saja maskakapai ini tergabung di aliansi ‘Sky Track’, sehingga mau ke negara diluar itu, pakai Garuda transit di Sydney meneruskan ke negara lain pakai maskapai negara itu yang jadi anggota ‘Sky Track’ atau via Amsterdam dengan pola yang sama.

Garuda pun tertinggal jauh dengan Singapore Airlines, Thai Airways, dan bahkan yang sekarang lagi buruk reputasinya Malaysia Airlines. ‎Iseng-iseng, saya masukan banyak destinasi (tujuan) ke banyak negara, maka Singapore Airlines, Thai Airways, Malaysia Airlines, bahkan Royal Brunei jauh lebih banyak menyentuh banyak negara dibanding Garuda Indonesia. 

Logika saja, kalau kita orang Indonesia, mau pergi ke negara lain tapi tidak mau terlalu jauh transitnya, maka Singapore pasti jadi sasaran antara (hub) penerbangan kita. Sungguh, inilah mengapa struktur pendapatan Garuda Indonesia terus menumpu ke pendapatan domestik, sehingga berebutan dengan Merpati yang akhirnya kolaps. Garuda Indonesia sulit jadi ‘international Flight Carrier’ karena buruknya kapasitas bandara Soetta.

Pernah saya berada dalam pesawat maskapai asing ternama, di udara berputar-putar. Kata pilot, karena di ground bandara Soetta mengantri akibat kepadatan. Dan lalu, setelah mendarat, pesawat ini parkir di landasan, pilot mengumumkan belum dapat parkir karena masih penuh. Parkir di area landasan belum bisa turun ini memakan waktu 30 menitan. 

Saya melihat (dengan rasa malu juga) bule-bule berbicara satu sama lain mengeluhkan lamanya keluar pesawat. ‎Terlebih, suara anak-anak kecil yang menangis karena pesawat parkir membuat suasana sumuk. Pilot maskapai ternama ini berulangkali minta maaf dikarenakan kepadatan ada di bandara Soetta.

Lalu, ke Imigrasi di bandara 2 ini mengular antriannya. Sungguh, ini fakta yang terkonfirmasi mengapa TTI-WEF kita jadi jatuh! di mata dunia pariwisata internasional. Industri pariwisata tak berjalan optimal karenanya. 

Jadi, inilah masalah kita, wajah kita bersama. Imigrasi yang lamban juga dikarenakan buruknya infrastruktur bandara. Kapasitas landing yang tak memadai untuk jadi hub pesawat besar, bahkan Garuda Indonesia pun yang membeli pesawat-pesawat besar menjadi merugi karena ‘Capital Investment’ tak terimbangi utilisasi dari pesawat baru itu sendiri, terkendala padatnya Soetta.

Sampai kapan kita akan mempertahankan hal seperti ini? Semoga Presiden baru kelak, memilih Meneg BUMN yang lebih cepat kerjanya, dan kreatif menggerakan Angkasa Pura agar segera membenahi infratruktur dasar ini, yaitu bandara. Dan, juga membenahi transportasi di daratannya (land tour). Dengan itulah, maka social capital peringkat 6 natural heritage di dunia bisa jadi modal devisa yang kuat bagi negeri in‎i! Semoga saja!

-yanuar Rizky, WNI biasa saja, Chairman BIG (Bejana Investidata Globalindo)‎

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.