Game Change “Trump Trade War”: ketahanan pangan, jagung dan sawit – Rupiah dan Peta Jalan Bandarnomics US Dolar (7)

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 8 September 2018:
Seorang konglomerat bertanya kepada saya, bisnis masa depan apa ya, situasi sulit kalau sales turun terus nih? Itu bedanya, kalau pengusaha perspektif pasti kalau bisnis “sunset” ya cari ide baru “sunrise” ada dimana…

Saya bilang, masa depan manusia ada di ketahanan pangan, bahkan konsep energi pun karena persoalan hulu produktifitas pangan.

Kok bisa? Ya, pertumbuhan manusia yang harus dikasih makan di dunia ini tambah banyak. Di sisi lain, era keserakahan paling tradisional adalah jadi “Land Lord” menjadi “Tuhan” di dunia karena menguasai kepemilikan lahan…

Manusia itu primer: pangan, sandang dan papan. Ketika pangan dan sandang seolah bukan isu, beramai-ramai “land lord” menjadi pedagang properti…

Dan, keserakahan lahan menjadi masalah untuk soal pangan. Itu diatasi dengan teknologi input, yaitu benih dan pemupukan.

Benih dan pemupukan itu bahan dasar di hulunya adalah energi, gas (chemical) dan kandungan pospat, kalium dstnya yang berasal dari endapan gunung berapi.

Itulah bisnis energi menjadi hulu bagi pangan… tapi, saat ini perkembangan di rekayasa genetika (dna) dalam induatri benih juga melahirkan apa yang disebut bio energi, atau energi yang datangnya bukan dari tambang perut bumi tapo dari menanam tanaman yang bisa didaur ulang.

Dia bilang, salah satu bisnis unitnya sawit kan itu tujuannya…

Saya tanya balik, menurut pak Bos kenapa Uni Eropa melakukan “trade war” di sawit?… banyak diskusi…

Lalu, saya bilang kalau menurut saya yang bukan pengusuha dan bisanya cuman mengamati hehe… karena negara barat ngegas produktifitas Jagung?

Kenapa bisa? Karena, Jagung bagi orang negara barat adalah ketahanan pangan di hulu (energi).

Apa maksudnya? Karena orang barat makannya protein, beda dengan belahan timur yang pangan adalah karbohidrat.

Jagung adalah kunci, karena makanan hewan (ayam, sapi) agar berkualitas ditentukan oleh apa yang dimakan hewan itu. Dan, itu jagung.

Atas dasar ketahanan pangan, jagung menjadi basis kebijakan negara-negara barat. Untuk menjaga energi hulu bagi pangannya.

Lalu, saya bilang teman diskusi saya ini… Jagung juga ekses produksi akibat digenjotnya produktifitas abis-abisan.

Juga ada Cina di sisi lain, yang makannya Karbo sehingga ketahanan pangannya beras, tapi menanam jagung juga sebagai komoditas ekspor. Sebaliknya, di Amerika Serikat petani padi dan beras adalah bertani komoditas karena pasarnya di ekspor.

Logika saya pikir sederhana, tidak mau tergantung negara lain, genjot jagung… harga jatuh, petani merana.

Over jagung melanda dunia membuat harga jatuh. Di Amerika, petani jagung karena juga kunci pangan adalah kekuatan riil politik ekonomi.

Itu yang saya lihat kenapa Trump melancarkan serangan “Trade War” ke Cina.

Bertemu Petani Jagung di Amerika juga para elit di Asosiasinya semua happy ama Trump. Dalam diskusi inilah, saya tau bahwa over produksi harus menciptakan demand baru agar harga tetap dalam keseimbangan naik.

Lalu, mereka bilang setelah soal kasih makan jagung buat pakan ternak selesai, maka Jagung dipakai untuk energi terbarukan yaitu etanol.

Jadi, itu kenapa sawit yang selama ini dipakai sebagai etanol sudah mau dibuang oleh barat, sekilas saya melihat isu lingkungan hidup mah isu aja, tapi intinya riset mereka telah menuju komersialisasi jagung untuk etanol dari kebun mereka sendiri.

Kepada sang konglomerat saya mengajukan tantangan, cara berpikir “Land Lord” sudah usang, karena kemenangan selalu ditentukan dari keberanian menjadi industrialis.

Maka, saya bilanng bisnis masa depan adalah membuat industri etanol di dalam negeri sendiri dari sawit yang dipunya. Jadi, head to head juga masa depan pangsa pasar di hilir etanol sebagai energi baru.

Dia tanya, tapi kan di kita kebijakan energi masih BBM belum bio fuel? Saya tantang balik, kalau bisnis hanya ikut kurva anda pedagang aja. Tapi, kalau pemain insustri kan itulah “Land Lord” zaman Now.

Nunggu kebijakan negeri jadi bio fuel soal waktu. Karena, di depan kurva produksi etanol akan berlimpah dari jagung para land lord barat, dan kemudian mereka pengaruhi kebijakan energi global.

Tembaklah melebihi kecepatan bayangan kita sendiri dengan menyiapkan daya saing masa depan di dalam investasi hari ini.

Mungkin yang baca blog ini ada yang bilang ini kapitalis. Ya, ini omongan saya ngopi gosip ama salah satu orang terkaya dalam list.

Saya juga cuman tau kulit luar maklum cuman analis tidak punya modal warisan “Land Lord” hehe… tapi, setau saya di sawit misalnya di Sumatra dan Kalimantan juga banyak petani sawit rakyat…

Jika koperasi semangat Bung Hata bisa menstimulasi sawit rakyat jadi industri masa depan… saya rasa kita sudah keluar dari paradigma setiap ngomong petani maka gurem (glorifikasi kegureman).

Dalam game theory, keseimbangan baru selalu terjadi karena pemain dominan bergerak ke arah baru… maka, pemain dominan baru adalah yang sanggup mendahului keseimbangan baru itu sendiri.

Ya, ini sekedar sharing… semoga menumbuhkan semangat tumbuhnya optimisme bangsa dengan menjadi pemain masa depan, bukan sekedar kita ngak akan krisis tapi tak menjadikan masa lalu sebagai cermin benggala untuk menyiapkan masa depan seperti dikatakan Bung Karno.

#enjoyAja,
-Yanuar Rizky, WNI biasa aja…

Kejeptret di Berita Koran Amerika Serikat dengan Petani Jagung (Family Farm) di Alabama Amerika Serikat

Kejeptret di Berita Koran Amerika Serikat dengan Petani Jagung (Family Farm) di Alabama Amerika Serikat

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.