Petani, Beras, Omnibus Law dan LOI-IMF

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 5 Maret 2020:
Krisis 98 menyebabkan Indonesia mengalami tekananan kecukupan modal di Perbankan, sehingga Bank Sentral (BI) meminjaam dana ke IMF…

Tapi, karena kurang di sisi modal, maka ditalangi (bail out) dari obligasi rekap di anggaran pemerintah ..

Sehingga, IMF meminta Indonesia menandatangani kesepakatan (LOI-IMF) untuk reformasi (versi IMF) dalam struktur kebijakan perekonomian Indonesia…

Jadi, yang menjadi anggota IMF itu BI, makanya kemudian yang melunasi utangnya pun BI dari neraca moneter nya BI

Lalu, kenapa sampai campur tangan ke soal bernegara? Ya, itu tadi karena Obligasi Rekap untuk bantalan modal (bail out) perbankan sumbernya di APBN…

DAN, LOI-IMF itu mereformasi penanganan makro (inflasi).

Dimana, era orba, inflasi dari sisi uang beredar ditangani BI yang merupakan lembaga negata setingkat menteri (anggota kabinet).
Sedangkan, dari sisi barangnya (inflatoir kebutuhan pokok), ditangani Lembaga Negara Bulog, yang Kepalanya juga anggota Kabinet.

LOI-IMF, merubah BI menjadi independen dari pemerintah (Kabinet), dan Bulog direduksi perannya menjadi korporasi (BUMN: Perum) dan perannya sebagai penyangga barang beredar dihilangkan, karena saat itu LOI-IMF mempercayai mekanisme pasar akan menjamin arus barang kompetitif (efisien).

Atas dasar mazhab pasar itulah, asal barang dari domestik dan impor adalah bersaing bebas di pasar. Proteksi atas produk domestik adalah haram!

Terlebih, sistem proteksi seperti Bulog saat perannya Lembaga Penyangga filosofinya “cost centre” dari sisi objektif politik ekonomi negara, dalam menjaga kesejahteraan petani sekaligus harga di konsumen yang berpotensi rugi.

Sedangkan dari sisi uang beredar, fungsi “the end of the last resources” tetap melekat ke BI.
Dimana, atas nama menjaga Inflasi, operasi moneter bisa dianggap sebagai cost centre, meski tidak haram untung.

Pendeknya, LOI-IMF memandang stabilisator Inflasi menjadi tunggal di BI melalui operasi moneter (pasal 10 UU BI).

Lalu, di UU BI yang sama (pasal 7) dinyatakan bahwa tujuan BI adalah menjaga nilai tukar Rupiah.

Apa makna dari sasaran tugas operasi moneter dalam menjaga sasaran Inflasi dengan tujuan tunggal menjaga nilai tukar Rupiah?

Maka, itu artinya dalam menjaga inflasi tidaklah haram untuk dilakukan melalui impor, sepanjang nilai tukar Rupiah bisa dijaga sehingga harga di konsumen (inflasi) terkendali.

Di beras misalnya, harga pokok di petani kita itu lebih mahal dari petani di negara lain (klik disini).

Itu kenapa UU Pangan, membolehkan impor tapi dengan prasyarat kalau stok produksi petani kkekurangan.

Jadi, proteksi masih dilakukan di beras. Dimana, semua produksi petani harus diserap terlebih dahulu.

Tugas penyerapan ini dilakukan dalam pola penugasan BUMN di Bulog. Dimana, Bulog menyerap gabah petani sekaligus sebagai operator beras raskin yang disubsidi oleh APBN untuk konsumsi rakyat miskin.

Lalu, kemudian subsidi beras Raskin dipandang tidak tepat sasaran. Polanya, dirubah menjadi transfer tunai ke kartu rakyat mmiskin.
Tekanan keuangan Bulog sebagai korporasi merasakan dampaknya. Kenapa? Karena, rakyat miskin bebas membeli beras mana saja.

Bulog menyerap hpp gabah petani dengan hutang bank, tapi harga berasnya kalah dengan impor. Sehingga, tekanan ini menjadi selisih negatif di keuangan Bulog.

Banyak yang bertanya kok bisa? Kan impor hanya dapat dilakukan kalo stok domestik habis terserap di pasar beras?

Kita bisa jelimet, dan mumet kalo dibumbui mecin perang opini saat masa kampanye bahwa impor haram, tapi ada.

Dengan omnibus law, soal prasyarat terserapnya produksi nasional dalam impor pangan tampaknya ingin diliberalisasi lebih bebas.

Maka, kalau itu terjadi,sudah jelas omnibus melanjutkan agenda LOI-IMF, yaitu pasar bebas seluas-luasnya.

Petani gurem kita itu marjin tipis, sekarang disuruh bersaing terbuka? Kemana arah keberpihakan omnibus law?

Kecuali, reformasi struktural eko sistem pertanian telah dilakukan. Sehingga, harga pokok di pertanian kita sudah bersaing. Kalau itu sudah terjadi, mungkin logika pro pasar masih masuk akal.

Jadi, soal kaum Tani apa sebatas voter saat pemilu? Pun demikian soal kaum buruh.

Bagaimanapun, soal filosofi keberpihakan kepada perlindungan hal asasi rakyat sebagai manusia ekonomi harus bisa dijelaskan.

Ya, akhirnya, inilah dunia penuh dengan senda gurau para dalang dan elitnya…

#enjoyAja,
Yanuar Rizky, WNI

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.