Ruang Fiskal dan Energi Alternatif

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 20 Juni 2015:
Sebenernya, saya selalu bingung dengan konsep energi alternatif yang sulit berkembang di Indonesia… konon kabarnya, karena harga energi (mainstream) di subsidi sehingga murah, mengakibatkan energi alternatif tak berkembang..

Lalu, sekarang BBM itu sudah dicabut subsidi nya.. kalau itu dimaksudkan menumbuhkan energi alternatif, kenapa juga tidak terjadi?

Disaat sinyal lemah seperti itu, sekarang listrik pun akan dilepas subsidinya.. saya pikir dalam filosofi terdasar akuntansi itu dari apa untuk apa (debit-kredit) .. jadi jika subsidi energi itu dicabut, tentunya dr logika fiskal membuka ruang energi alternatif, akan berakibat dengan hadirnya energi alternatif itu sendiri?!?

Disini saya bingung dengan sinyal yang ingin dituju dari kebijakan fiskal pemerintah…

Ambil contoh Obama, dalam rancangan kebijakan fiskal nya, melakukan insentif pajak bagi perusahaan migas di negaranya yang meningkatkan eksplorasi di dalam negeri (lifting) dan yang mengembangkan energi alternatif.. di sisi lain, disentif pajak diberikan ke perusahaan yang terus memperkaya pendapatannya dari konsolidasi migas di negara lain….

Sepanjang yang saya tahu, tahun 2012 saat pertemuan FOMC The Fed, itulah saat pertama kali The Fed bicara keyakinannya untuk menghentikan kebijakan QE (tapering off) dikarenakan sudah adanya sinya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. DAN, jika dilihat sumber pertumbuhannya adalah di sisi migas di negeri paman sam menunjukan tren surplus…

Secara sederhana, lalu kita mendengar lahirnya ‘shale gas’. Yaitu, gas alam yang diperoleh dari serpihan batu dalam perut bumi yang mengandung gas. JADI, ada insentif eksplorasi di dalam negeri dan energi alternatif yang dikejar perusahaan migas di AS untuk merespon insentif pajak dari kebijakan fiskal pemerintah..

Shale gas inilah yang merontokan harga komoditas energi mainstream, yang juga kita rasakan dalam penuruna angka ekspor energi primer seperti batubara.

Nah, saya rasa ini yang tidak tampak nyata dari pemerintahan Jokowi-JK yaitu sinyal kita ini mau kemana dengan melepaskan subsidi? Kalau jawabnya infrastruktur fisik, ya boleh-boleh saja.. tapi ketahanan energi adalah agenda jangka pendek yang berdampak multiplier bagi masyarakat yang harus dicari jalan keluarnya…

Konstitusi kita mengatur itu sebagai kewajiban negara, masa iya negara yang konon kiblatnya ‘mekanisme pasar’ seperti AS aja mengatur yang penting-genting terlebih dahulu itu adalah ketahanan energi, solusi alternatif yang didorong fiskal negara..

lalu, apa benar cara kita memandang pemanfaatan ruang fiskal dari pencabutan subsidi ini? Logikanya, kalau itu identik dengan harga yang meningkat di masyarakat, tanpa alternatif, masa iya sih gitu…. Mari kita tunggu, semoga saja!

salam #enjoyAja,
-yanuar Rizky, WNI biasa aja…

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.