-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 3 September 2018: Kata banyak orang bilang nilai tukar Rupiah selalu jadi unsur penentu politik… pola narasi seperti ini telah jadi pola sejak Soeharto jatuh, ya karena Rupiah nyungsep…
Banyak juga yang bilang BJ Habibie Presiden paling berhasil dalam “menjinakkan Rupiah”… lalu, kenapa dia tidak jadi Presiden lagi?
Katanya sih karena Amerika ngak suka Habibie… simpan dulu soal ini, nanti diujung tulisan kita bahas lagi…
Lalu, saat mau maju periode ke 2, SBY dihantam gejolak Rupiah paska gagal bayar subprime Mortgage di Bursa New York Juli 2007 dan tambah parah setelah crash NYSE di Agustus 2008…
Banyak orang menduga SBY akan selesai karena dikepret Kurs Rupiah, bahkan saat itu ada bail out Century yg menyulut gera’an gera’an politik bahkan dari partai koalisinya…
Eeeh, tau tau Maret 2009 Rupiah berbalik arah menguat… seperti ciri khas politik elektoral ini jadi senjata SBY…
Saat itu, bisa dicek saya sudah menulis di Kompas akhir tahun 2007 tentang adanya aktivasi baru The Fed dalam instrumen moneternya…
Di September – Desember 2008 The Fed memulai upaya lebih masif dari instrumen moneter yang mereka coba sejak September 2007, mereka meminta dukungan politik dari kongres, senat dan pemerintahan Bush..
Ini yang saya maksud di status facebook saya. Saat itu Capres Obama adalah Senator juga Capres Mc Cain… bahkan parlemen dikuasai Demokrat… tapi soal QE ini sejauh saya baca dan nonton mereka tidak memakai itu sebagai rasa saling curiga dalam narasi elektoral pilpres nya…
Yang dilakukan Obama dan Demokrat hanya ke isu koreksi “from wall street to main street” … tapi kenapa demokrat tidak veto usulan QE The Fed? Karena, jelas operasi penyerapan dana pengangguran dengan defisit fiskal lewat operasi moneter The Fed dilakukan dengan wall street?
Ya, elektoral selalu cari narasi kompetisi, tapi sejauh saya memahami negara yang kuat adalah negara yang bersatu dalam menghadapi tantangan eksternal… itu juga di Jepang yang juga punya QE sejak lama
Saat itu setelah dukungan politik QE disetujui… boleh dicek pendapat saya di januari – maret 2008 berpendapat Rupiah akan mengalami posisi balik arah, bukan karena kita berbuat sesuatu.. ya, beruntung saja Amerika terdesak dan mereka ambil langkah QE…
Saat itu paska April 2009 kubu elektoral SBY bahkan bilang itu krn dia tepat di Century… boleh cek ke belakang saya membantah, karena saya katakan inikan “beruntung aja”…
Lalu, kata orang politik itulah perlunya “dukungan Amerika”… katanya kalau Habibie kan krn dia yang menguatkan, soal Habibie ini saya juga membantah, karena yang terjadi pas Habibie ganti Soeharto uang pinjaman LOI IMF ke BI yg ditandatangani Soeharto masuk, ya kalau masuk banyak ya menguat…
Kalau Habibie berhasil kenapa Rupiah lalu lemas lagi? Perubahan mendasar sekecil apapun akan ada bekasnya… kalau kumatan ya namanya “beruntung”
Bahkan Jokowi pun merasakan beruntung… pengumuman pencapresannya di 2014 bersamaan dengan testimoni gubernur Fed Yellen di Februari 2014 yang meminta Kongres menyetujui jeda normalisasi paska tapering off QE karena ada 5 negara berkembang terdampak…
Benar, Yellen menyebut Indonesia salah satu negara terdampak… apa itu restu Amerika?
Lalu, apakah saat ini jeda normalisasi Fed dilepas lagi artinya tidak mendukung?
Dan, sampai sejauh ini arah mata angin kebijakan normalisasi The Fed, dalam dokumen yang saya amati dari FOMC meeting The Fed ada 2, (1) Target Normalisasi akan dilakukan sampai 2020; dan (2) Untuk 2018 tampak jelas memang di September ditarget lebih besar dari 3 bulan sebelumnya, dan masih ada target Desember
Jangan cepat menyimpulkan, bisa saja kan drama september-desember di parlemen AS 2008 terjadi lagi. Kalau bacaannya sesimpel kurs adalah penentu elekroral, kan bisa aja tau-tau Jokowi bisa seberuntung kayak SBY. Tapi, kalau mau tau arah mata angin, ya bacanya ke sumber anginnya bukan ke sentimen kesana kemari
Ya, saya pikir apa yang terjadi di Amerika ngak ada kaitan langsung ama elektoral kita… rubah rubah jurus dari saya ikuti data dari waktu ke waktu lebih kepada kebutuhan fiskal pemerintah AS dalam menjaga mandat “Job Security” dalam konstitusinya…
Lalu, apa kita menjaga mandat konstitusi negara kesejahteraan, kalau soal Rupiah aja yang kita bangun selalu “baper” bukan aksi politik bersama, meski bersaing secara elektoral?
Saya tidak menjawab apa-apa sih… hanya saya galau sebagai WNI biasa aja kalau kita tak pernah berbenah PR bangsa kita sendiri hanya karena kita senang beradu sentimen tanpa tau akar masalahnya….
Saya meyakini strategi itu aksi, bukan baper. Aksi terkait kekuatan negara dari gejolak eksternal, menurut saya harus dimulai dari adanya kawan (musuh) bersama yang diamanatkan konstitusi…
Kalau soal beruntung, mari belajar ke Lucky Luck “menembak melebihi kecepatan bayangannya sendiri.
Salam #enjoyAja,
Yanuar Rizky, WNI biasa aja