Sukuk Tabungan, Tax Amnesty, Kredibilitas Fiskal dan Bauran Kebijakan Moneter

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 23 Agustus 2016:
Kemaren ada yang nanya pendapat saya soal sukuk tabungan… lalu, saya jawab “wah, saya belum tau detilnya”…

Barusan googling, ooh rupanya ada instrumen baru yang dikeluarkan pemerintah (Departemen Keuangan), dalam trailer video dijelaskan Menteri Keuangan ini instrumen investasi untuk masyarakat untuk membiayai pembangunan.

Tampaknya, syariah (sukuk) nya dilakukan pemerintah dengan menjadikan ini sebagai instrumen yang tidak bisa diperdagangkan, tapi boleh diambil (dicairkan) sewaktu-waktu seerti sifat tabungan.

Yang tidak jelas apakah ini konsep tabungan ataukah deposito dengan masa jatuh tempo 2 tahun, sehingga kalau diambil sebelum jatuh tempo ada pinaltinya? Ini gak jelas…

Bunga 6,9% … jadi, suka ngak suka ini akan bersaing dengan produk tabungan dan deposito perbankan…

kritik saya, sampai saat ini bauran kebijakan fiskal (sekuritisasi) dengan kebijakan moneter (BI) dan Perbankan (OJK) belum jadi pilihan. Sehingga, terjadi sinergi antara kebutuhan dana pembangunan (sekuritisasi fiskal) dengan internediasi perbankan dan atau dana masyarakat yang memperkuat cadangan devisa domestik.

Kritik saya yang lain sekuritisasi fiskal selalu bersifat generalis, tidak tematik. Idealnya, pembiayaan itu jelas ke mata anggaran proyek yang mana di APBN. Ini agar prinsip anggaran (fiskal) yang kredibel tercapai.

Kredibel dalam arti tidak akan menyebabkan defisit pembayaran bunga dan atau pokoknya dengan kemampuan penyerapan dana itu untuk menjadi dana produktif dalam membayarnya.

Pendapat saya, itu yang terjadi saat ini. Dimana, sejak 2005 kita mengenal konversi pembiayaan APBN diluar pajak dengan menerbitkan surat utang komersil (SUN).

Pengalihan dari hutang bilateral dan multilateral ke utang komersil, tujuannya adalah menjadikan APBN di sekuritisasi menjadi produk investasi bagi publik.

Cara sekuritisasi fiskal yang dikawinkan dengan peoduk investasi publik adalah cara negara-negara yang menganut aliran pasar keuangan sebagai jantung yang mengatur darah uang beredar dalam perekonomiannya.

Itu kenapa, kita bisa mendengar negara seperti Jepang rasio utang terhadap GDP nya sampai sekitar 200% atau Amerika Serikat sampai sekitar 150%. Hal itu dimungkinkan karena pemegang utang adalah publik di pasar keuangan yang memegang surat utang.

Bedanya, di negara maju itu dikoordinasikan dengan kebijakan moneter Bank Sentralnya. DIMANA, operasi moneter antara bank sentral dengan pelaku pasar keuangan dan perbankan menggunakan instrumen sekuritisasi fiskal yang diterbitkan pemerintahnya. Itulah yang disebut Quantitaive Easing atau di Jepang disebut Helicopter Money.

JADI, saya mengapresiasi model sekuritisasi fiskal yang terus dilakuka dan semakin mendekati ke dana publik. TAPI, catatan kehati-hatian berhitung dengan jelas serapan dana produktif akan kemana di APBN itu harusnya juga dilakukan, juga bauran kebijakan moneter dan perbankannya.

Sederhana saja, jika partisipasi pembangunan dari pajak sulit dilakukan maka yang disentuh adalah komunikasi masyarakat sebagai investor. Sayangnya, hal ini tidak masif.

Kita mendengar hingar bingar Tax Amnesty, tapi soal ada Sukuk Tabungan misalnya kita nyaris samar-samar mendengar. Artinya, kampanye budaya investasi lokal belum menjadi lead policy negara.

Kalau boleh ditarik ke belakang, mempersiapkan sekuritisasi yang matang, lalu menjadikan sekuritisasi seperti sukuk tabungan ini dengan insentif pajak seperi Tax Amnesty, kemudian dibaurkan dengan kebijalan operasi moneter dan perbankan rasanya itu lebih sehat wal’afiat bagi kebersamaan kita dalam mengalirkan uang beredar ke hal-hal produktif (sektor riil)….

Semoga saja, ke depan lebih baik lagi. Untuk itu, jangan sampai gagal fiskal terjadi karena gagal fokus dari awalnya, serta membiarkan gagal faham komunikasi publik terjadi. Ayo dong, Kampanye Budaya Investasi Lokal…..

#enjoyAja,
yanuar RIZKY
WNI biasa aja…
.

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.