Analisa Sederhana ‘Game Theory’ Pilpres 2014

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 10 Juli 2014:
Selama masa kampanye pilpres, semua energi tercurah ke kedua kandidat yang bertarung. Dan, kemudian ada ‘intervening variable’ yang terlupakan, yaitu SBY sebagai Presiden sekaligus Ketua Umum Partai pemenang pemilu sebelumnya (2009)

Karena, bagaimanapun di negar manapun selalu ada sisi politisi dari Presiden. Seperti halnya nanti jika Jokowi jadi Presiden tentu ada sisi politisinya di PDIP, atau Prabowo jadi Presiden tentu ada sisi politisinya di Gerindra.

Semua seolah larut dalam persepsi ‘SBY sudah abis masanya’, entah itu dengan hitungan formal hukum konstitusi tak bisa lagi mencalonkan diri jadi Presiden, maupun secara politik suara partainya berhasil di dilusi secara besar-besaran.

Coba saja dihitung dalam media audit, terjadi penurunan mention SBY di masa kampanye ini, mention meningkat ke news maker Prabowo dan Jokowi.

Dalam posisi ini, jika saja selisih marjin suara antar dua kandidat (no 1 dan no 2) melebar, maka intervening variable terhadap ‘game theory’ dua kutub pilpres menjadi tidak ada. TAPI, jika menipis, seperti fakta hari ini dalam postur hasil Quick Count, maka intervening variable menjadi kunci dalam ‘game theory’ pilpres.

Apa itu? Bagaimanapun, SBY adalah Presiden saat ini. Proses akan ditentukan oleh legalistis formal. Dan itu artinya ada mesin birokrasi yang bekerja dalam struktur formal.

Benar bahwa secara normatif Birokrasi itu netral, tapi dalam iklim politik dimanapun seorang Presiden yang merupakan karir dari mesin politik, pasti punya sisi politisinya.

Menurut pendapat saya, dari sisi strategi, di masa kampanye Jokowi-JK yakin akan popularity vote nya berada dalam marjin yang lebar. Di sisi lain, Prabowo-Hatta merasa popularity vote mereka mulai naik dan mendekati lawannya.

Kalau dibaca dari sisi strategi adalah aksi, maka Prabowo-Hatta melakukan taktik ‘first mover’, yaitu mendekati ‘intervening variable’ lebih dahulu dari lawannya.

Kalalu kita baca lagi, akhirnya Jokowi-JK juga minta ketemu ‘intervening variable’ setelah hasil Quick Count anginnya tak terlalu besar, berada dalam marjin yang menipis.

Orat-oret ini hanyalah catatan ringan saya dalam menganalisa ‘game theory’ dalam Pilpres 2014. Akhirnya, kita menyadari masih ada ‘SBY’ yang mungkin telah kita lupakan sebagai sebuah kekuatan dalam masa-masa kampanye.

Pilpres dari sisi strategi, adalah game theory. Jadi, sebuah permainan yang cenderung sama kuat, hasilnya akan ditentukan oleh proses hukum pembuktian. Yaitu, ‘clear and clean’ surat suara dalam proses sidang pleno di KPU.

Clear dalam arti data yang dihitung bukan lagi sampel, tapi total populasi suara dari tiap TPS. Clean, tidak ada perselisihan atas suara tersebut secara hukum. Misal, kecurangan, jika terbukti secara alat bukti hukum maka tabulasi pun bisa bergeser. Ada proses verifikasi hukum dalam sidang-sidang Pleno.

Akhirnya, itulah yang harus dijaga sama-sama. Sebuah proses yang benar dan berkekuatan hukum.

Bagaimanapun, suka tidak suka dari sisi warga negara yang memilih kekuatan satu sama lain nyaris berimbang. Bermain opini menyentuh emosi masa dalam posisi sama-sama ada pemilihnya, menurut saya bukanlah strategi negarawan menyelesaikan ‘game theory’ Pilpres ini, karena beresiko bisa bablas jadi konflik antar masyarakat.

Rasanya, inilah ujian konsolidasi politik dalam demokrasi kita untuk terus menjadi dewasa, menuju bangsa modern. Pemain dominan (no. 1 dan no. 2) serta ‘intervening variable’ di Pak SBY, semoga meneguhkan jalan damai, tenang dan bermartabat.

Yaitu, menghitung ‘clear and clean’ suara sah di sidang pleno KPU tanpa kecurangan, murni proses verifikasi, yang meskipun memakan waktu, debat sesama timses di pleno dan atau apapun, semua harus berdasarkan alat bukti hukum sebagai bangsa yang bermartabat.

Inilah ‘game theory’, seperti partai final yang sengit di sepakbola, ujungnya yang kalah dengan kepala tegak, yang menang bergembira tapi merangkul yang kalah (kalau perlu tukaran kaos kayak main bola), serta wasitnya pun tersenyum karena azas fair play telah dijalankan dengan baik. Dan, ‘the winers take it all’ yang artinya setipis apapun angkanya, yang menang harus kita terima sebagai Presiden kita semua. Semoga saja!

-yanuar Rizky, WNI biasa saja

[Note: tulisan ini memang mengambil objek peristiwa politik tapi yang saya ingin tuliskan adalah memotret secara sederhana fenomena ‘game theory’ dibaliknya]

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.