(Sekali Lagi) Soal Sentimen Copras-Capres dan Kurs Rupiah

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 25 Juli 2014:
Ketika sehabis pengumuman KPU, seperti sebelum-sebelumnya setiap ada sentimen copras-capres, saya ditanya ‘beberapa media’ tentang ‘optimisme’ dan penguatan yang terlihat seolah seperti minum panadol ‘panas’nya langsung turun…

Seperti saya sering tulis di blog pribadi, maupun setiap ditanya media… saya berusaha membangun ‘kerangka terstruktur’ untuk memahami pasar keuangan itu sendiri, yang tak terlepas dari UUD (Ujung Ujungnya Duit)

Saya kembali menjelaskan Selasa – Rabu kemarin, entah dimuatnya gimana, yang jelas sempat live sekitar 5-10 menit di radio 68H di Rabu pagi…

Intinya, saya bilang kalau mau tau pasar harus tau ‘bandar’-nya siapa? Uang beredar di tangan siapa? Uang beredar yang mengendalikan pasar (bandarnomics), bisa dilihat dalam periode panjang (longitudinal). Dari situ, kita bisa tau apa motifnya? Dan, gimana pola cari duitnya.

Singkat kata, saya katakan ‘copras-capres’ hanyalah sambel, kalau terlalu berlebihan kita sambelin, maka itu ruang utk melebarkan jarak fluktuasi… Yang artinya jarak adalah ‘untungnya’..

Saya utarakan saat ini itu adanya uang QE BOJ (Jepang) dan umurnya 7 harian in-out, dan irisannya di akhir pekan… hari ini Rupiah seperti saya katakan ya balik lagi. Saya baca, komen di media mainstream (on-line) leadnya karena eforia capres ‘pudar’ kalah dengan Jobless Claim di US

Jadi, isu (sambel) kita kalah kuat gitu ya sama saos Tomato ala The Fed. Soal Fed, saya juga sering bilang memang tiap akhir bulan memang polanya secara longitudinal adalah Absorb (serap) di tiap akhir bulan. Untuk itu butuh tambah saos (isu) ya sudah terpola seperti itu!

Tapi, yang sering dilupakan adalah USD dari QE BOJ. Dan, secara data saya yakin soal itu. Seperti juga pola akhir pekan ini, ya sama seperti minggu-minggu sebelumnya ‘Naik untuk turun’ – ‘Turun untuk Naik’ silih berganti.

Dan itulah #curcolToNextPresidenRI bahwa bunga ke sektor riil akan sulit turun kalau volatilitas melebar di pasar uang dalam frekuensi yang ‘sering’. Jika terlalu sering, dan isu begitu menumpuk, tren dalam posisi melemah, yang membayar ya masyarakat karena barangnya dari net importir.

Saya selalu katakan tidak mau ngomong sambelnya, lebih baik mengidentifikasi baksonya, apa borax atau tidak? Dan, saya tau, dari sisi PR Politik ini jadi isu.

Tapi, saya rasa kita pun tak boleh membebani bangsa ini dengan isu yang berlebihan, yang menyandera kita sendiri untuk mudah ‘diombang-ambing’ oleh Isu.

Saatnya, bekerja bersama untuk memperbaiki ekonomi negeri ini secara struktural, bukan dengan sentimentil. Semoga saja!

Yanuar Rizky, WNI, Analis (Chairman BIG: Bejana Investidata Globalindo).

– Analis bisa salah membaca, tapi bukan berarti boleh ngomong tanpa mengelola data sebagai dasar analisisnya, karena itu tak boleh bohong atas data yang diyakininya. Disitu bedanya ama politisi, mereka boleh bohong tapi jangan sampai salah (dan ketahuan).

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.