Tantangan Presiden Baru: Inflatoir dan Cinta Rupiah

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 19 Juli 2014:
Dalam sebuah pertemuan antara Direksi PLN dengan beberapa analis (ekonom) yang saya hadiri bulan lalu, terkuak sebuah informasi bahwa untuk tarif PL (tanpa subsidi) harga per KWH nya sudah ikut pasar. Dan itu, berfluktuasi. Seorang ekonom sampai bertanya kenapa pengaruh kurs begitu dominan, sehingga terjadi fluktuasi tarif. Ya tentu dijelaskan terkait struktur input kelistrikan yang juga banyak datang dari “barang impor”.

Sampai kemudian tiba giliran saya urun rembug, dan saya mengangkat diskusi bahwa harga yang ditentukan elastisitasnya oleh Kurs adalah dampak dari soal fundamental, yaitu “input barang impor”. Tapi, bagaimanapun “kurs” sebagai harga dari mekanisme pasar uang, bisa diakibatkan dua hal, yaitu “teknikal dan fundamental”.

Salah satu yang paling mudah dalam hal teknikal adalah persepsi. Jika konsumen yang tak bersubsidi (asumsinya kelas menengah ke atas) harus menyerap inflatoir karena “kurs”, maka adalah logis untuk beberapa pihak logikanya menjadi “lindung nilai inflasi harga adalah dengan memegang Valas”. Karena, kalau harga turun karena valas kursnya turun dan kalau naik karena kurs naik, sehingga itu cara berpikir logis.

Akan tetapi, logika tentu juga dipengaruhi oleh “pengetahuan” dan “kemampuan finansial”. Kedua hal itulah yang sering disebut sebagai “literasi finansial”. Bagi kelas menengah, yang memiliki “tabungan” dan “pengetahuan menukar valas”, secara logika akan melakukan konversi tabungan Rupiah nya ke Valas.

DPKApril2014

Jika dilihat dari tabel di atas, maka per April 2014 dibanding setahun sebulmnya (April 2013) terjadi peningkatan (warna hijau) dari komposisi giro dan tabungan Valas di hampir seluruh jenis Perbankan Indonesia, selain di Bank Campuran. Sedangkan, untuk komposisi Rupiah di seluruh jenis perbankan di Indonesia mengalami penurunan (warna merah) dari komposisi DPK.

Artinya, dari sisi pemilik uang, baik itu korporasi (Giro) maupun pribadi (tabungan) dampak kenaikan BI rate belum cukup mengkompensasi “inflatoir” yang dipersepsikan. Suka atau tidak, tren-nya adalah persepsi lindung nilai seolah bergeser ke episentrum inflatoir itu sendiri, yaitu kurs.

JADI, ini konsukuensi yang justru menambah “tekanan terhadap Rupiah”, dimana di Perbankan dalam negeri saja (belum menghitung kelompok kaya yang menyimpan dananya di luar negeri) kebutuhan valas meningkat.

Dengan kata lain, jika soal fundamental “net importir” tidak segera diperbaiki dalam fundamental ekonomi Indonesia, maka mental model dari masyarakat yang diberikan alternatif “harga pasar” akan menyebabkan “dilusi kepercayaan” terhadap Rupiah. Padahal, Rupiah adalah identitas moneter negeri ini.

Dalam banyak kesempatan, soal mental model kelas menengah tersebut ingin direvolusi dengan “himbauan cinta rupiah”. Tapi, dalam keyakinan ekonomi pasar yang dianut sistem politik ekonomi Indonesia dalam dasawarsa terakhir, apakah salah persepsi kelas menengah? Ataukah dikarenakan pembiaran “pertumbuhan destruktif” yang dianut dalam kebijakan politik ekonomi pemerintahan?

Kenapa saya nyeleneh mengaitkan terminologi “pertumbuhan destruktif”? Itu karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga kelas menengah ternyata destruktuf terhadap kondisi fundamentral ekonominya, yaitu menjadi tumbuh tapi membiarkannya dari impor.

Saya rasa, revolusi mental harus dimulai dari “kebijakan politik ekonomi negara” bukan dengan “himbauan cinta Rupiah, yang terasa hambar ditengah inflatoirnya kurs itu sendiri”. Inilah tantangan dari Presiden terpilih berikutnya, siapapun dia, semoga tanggal 22 Juli 2014 diumumkan KPU dengan damai.

Kedamaian diperlukan, karena suka atau tidak, keduanya hampir sama kuat. Selisih yang tipis membutuhkan “saling respek” dari para kandidat Capres, dalam damai dan bermartabat (solusi dikedapankan kedalam koridor hukum) akan membuat rekonsiliasi politik paska Pilpres efektif.

Kalau konsolidasi politik efektif, maka perbaikan dari hal-hal buruk dari yang telah baik di masa lalu (pertumbuhan dan stabilitas) akan bisa mulai diperbaiki, meski setahap demi setahap. Semoga Saja!

-yanuar Rizky, WNI biasa saja

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.