Zakat, Pajak dan Masyarakat Ekonomi ASEAN

-Yanuar Rizky-
elrizkyNet, 11 Juli 2014:
Sebagai pembayar pajak, saya ingin sekali disiplin. Tapi, sebagai manusia biasa kadang saya berpikir, agama yang saya peluk saja memungut harta yang mengendap selama setahun dengan tarif 2,5%, kenapa pajak ke negara ada bagian yang kena 15%, 25% dan 35%.

Terkadang, saya berpikir pendekatanntya memang agak berbeda. Kalau zakat ke harta yang mengendap, serta zakat profesi. Kalau pajak itu ke transaksional setahun berjalan, serta transaksi bernilai tambah.

Tapi, sering terlintas di pikiran saya, dan juga diskusi dengan banyak orang biasa-biasa aja, terutama pengusaha UKM dan skala kecil, bahkan pengusaha profesionalitas (bener ngak nih ya terjemahannya dari istilah ‘self employee’, atau orang yang pemodal, majikan dan pekerjanya adalah dirinya sendiri)…

mereka merasa ‘ya tahun ini rejeki bagus, tapi kan tahun besok belum tahu, perlu nabung secara disiplin kayak kangguru nyimpen makanan di kantung ajaibnya… kalau udah dipotong pajak segini gedenya, ya kalau tahun depan ada, terus negara kasih apa kalau lagi ngak ada…. tentu berbeda dengan zakat, karena dasarnya keimanan, dan ketaatan, maka banyak orang merasa hari esok adalah janji Allah menjaganya. Sedangkan, ke negara, pikiran ‘pedagang’ yang muncul.

Karena itu, banyak orang-orang tipikal skala self employee, enterpreuners kelas UKM merasa perlu melakukan ‘self saving’ menjaga ‘cadangan devisa personal’ nya…

Jadi, soal ‘penghindaran pajak’, dalam banyak curhat sesama ‘kelas UKM’, yang saya temui adalah karena dirasa ‘tarif tinggi’ serta ketidakjelasan peran negara dalam memberi jaminan ‘rasa aman dan nyaman’ akan hari esok dari pembayar pajaknya…

Di tingkat yang lebih tinggi sedikit, lalu ada ‘tax planing’ mengatur pajaknya dengan ‘financial planing’ dirinya. Dalam konteks ini, kadang juga negara seperti Singapura dipilih sebagai Bank tempat mereka menyimpan transaksinya. Tak semuanya pencoleng (penggelap) pajak, dalam banyak kasus yang saya temui, ini soal tarif pajak yang lebih nyaman di negara lain.

Sesungguhnya, siapapun Presiden terpilih akan dihadapkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, dimana membuka rekening di negara lain di kawasan ASEAN menjadi semudah orang Bandung buka rekening di Jakarta.

Tanpa disadari, dasar penerapan dan tarif pajak (yang jadi sumber pembiayaan APBN) akan bersaing dengan negara lain di ASEAN dengan kompetitif.

Ya, ini sekedar catatan, sebagai warga negara kita harus berkontribusi bayar pajak. Dan, kewajiban Presiden memimpin birokrasi penyelenggara negara untuk tidak korupsi, dan menjaga keadilan keuangan negara bagi distribusi pemerataan kesejahteraan dan jaminan sosial warga negaranya.

Disisi lain, sebagai manusia yang memilih beragama, seperti saya memeluk Islam, maka mari jangan lupa bayar zakat!

Tatkala kita menghitung pajak dan zakat, menurut saya setidaknya kita bersyukur masih dikasih rejeki yang datangnya dari Allah dan peran kita bermasyarakat. Bersyukurlah kita yang masih bisa menghitung pajak dan zakat, itu bentuk kepedulian sosial kita tidak bisa hidup sendiri :) #enjoyAja

-yanuar Rizky, WNI biasa aja

Sebelumnya elrizky.net

Teknokrasi, Politisi, dan Penumpang Gelap

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.